Home Hukum Kejagung Diminta Usut Aparat dan Perusahaan Besar dalam Mega Korupsi Timah

Kejagung Diminta Usut Aparat dan Perusahaan Besar dalam Mega Korupsi Timah

Jakarta, Gatra.com – Badan Pemantau dan Pencegah Tindak Pidana Korupsi Lembaga Aliansi Indonesia (BP2 Tipikor LAI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa semua perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Ketua BP2 Tipikor LAI, Agustinus Petrus Gultom pada Senin (8/4), menyampaikan, pihaknya mendesak Kejagung jangan tebang pilih dalam mengusut kasus jumbo dugaan korupsi timah yang ditaksir merugikan negara Rp271 triliun tersebut.

“Terungkapnya kasus tersebut juga menjadi momentum untuk memilah-milah mana yang benar-benar tambang rakyat dan mana yang hanya menjadikan tambang rakyat sebagai kedok untuk merampok kekayaan negara dan merusak lingkungan secara ugal-ugalan. Kejagung jangan tebang pilih,” ujar Agustinus.

Terlebih lagi, lanjut Agustinus, puluhan perusahaan masih melakukan aktivitas penambangan di wilayah IUP PT Timah Tbk. meski Kejagung tengah mengusut kasus tersebut.

“Kenyataannya masih ada puluhan perusahaan yang beroperasi di wilayah IUP PT Timah itu dan belum tersentuh hukum,” ujarnya.

Terkait itu, BP2 Tipikor LAI mendesak agar semua penambangan di wilayah IUP PT Timah Tbk itu dihentikan sementara untuk dipilah mana perusahaan yang melakukan penambangan ilegal dan legal untuk mencegah negara merugi lebih besar lagi.

Selain itu, kata Agustinus, penghentian aktivitas semua penambangan timah di IUP PT Timah tersebut untuk mempermudah proses penyelidikan dan penyidikan terhadap pihak-pihak yang belum tersentuh hukum dapat diperiksa juga sehingga Kejagung tidak dituding tebang pilih.

“Tanpa mengurangi apresiasi terhadap keberhasilan kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengungkap kasus korupsi super kakap tersebut,” ujarnya.

BP2 Tipikor LAI mengharapkan Kejagung terus mengusut semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

Agustinus menyampaikan, pihaknya yakin bahwa ini masih bayak lagi pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum, sehingga Kejagung jangan berhenti hanya hingga 16 tersangka.

“Kami mendesak pihak Kejagung untuk tidak tebang pilih karena ada puluhan perusahaan lainnya serta pengawas dari berbagai instansi terkait yang belum tersentuh. Pihak-pihak ini juga harus diperiksa,” katanya.

Agustinus menyampaikan, dari penelelusuran tim BP2 Tipikor LAI, salah satu perusahaan besar yang patut diperiksa yakni PT BIP karena diduga melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Menurutnya, perusahaan tersebut melakukan penambangan menggunakan alat berat dengan kedok tambang rakyat. Padalah jelas, tambang rakyat tidak diperbolehkan menggunakan alat-alat berat.

“PT BIP harus segera diperiksa. Salah satu pemegang sahamnya diduga pemain tambang di Babel,” ujarnya.

BP2 Tipikor LAI mendesak Kejagung memeriksa pihak Kementerian maupun Dinas Lingkungan Hidup, Minerba, Ditjen Pajak, dan instansi terkait lainnya untuk mengusut penyimpangan dari data yang mereka miliki dan hasil laporan pihak perusahaan yang disampaikan per enam bulan.

Ia menyampaikan, pihaknya juga mengapresiasi kinerja dan keberanian Jampidsus, Febrie Adriansyah, beserta jajarannya dalam pemberantasan mega korupsi dan mafia tambang yang merugikan negara dan kerusakan lingkungan hingga ratusan triliun rupiah.

“Namun kami juga mendesak pihak Kejagung untuk tidak tebang pilih, karena ada puluhan perusahaan lainnya serta pengawas dari berbagai instansi terkait yang belum tersentuh. Pihak-pihak ini juga harus diperiksa,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Penyididikan (Dirdik) Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Kuntadi, menyampaikan, pihaknya akan mengusut semua pihak yang diduga terlibat dalam korupsi timah.

“Bahwa siapapun sepajang itu ada urgensinya dalam rangka membuat terang pidana pasti akan kami minta klarifikasinya,” kata dia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui kasus korupsi di PT Timah itu merupakan pembelajaran luar biasa.

Luhut mendorong percepatan digitalisasi timah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meluncurkan platform SIMBARA untuk meningkatkan tata kelola di sektor mineral dan batubara.

“Bicara soal kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang ramai diperbincangkan beberapa hari ini, sebetulnya ESDM telah meluncurkan platform SIMBARA," katanya.

Luhut dalam akun Instagram pribadinya itu lebih lanjut menyampaikan, bahwa rencananya nikel dan timah juga akan diintegrasikan dalam SIMBARA pada 2024.

Kejagung Tetapkan 16 Tersangka Korupsi Timah

Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka korupsi timah, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah.

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

14. Alwin Albar (?ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha ? PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PTQuantum Skyline Exchange (PTQSE).

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Dia tersangka korupsi dan pencucian uang.

Ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

138