Home Ekonomi Kemenperin: Harga Gas Industri Perlu Diharmonisasikan dengan Semangat Hilirisasi

Kemenperin: Harga Gas Industri Perlu Diharmonisasikan dengan Semangat Hilirisasi

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah perlu menimbang dengan bijak terkait penentuan harga gas untuk industri atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang rencananya akan dikenakan per tahun depan. Pertimbangan itu salah satunya juga perlu diharmonisasikan dengan semangat hilirisasi yang sekarang sedang digiatkan pemerintah.

Penentuan harga yang bijak itu menjadi salah satu pesan yang disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko Cahyanto saat berbincang dengan Gatra.com beberapa waktu lalu. “Industri kita perlu mendapatkan gas murah, untuk bisa bersaing dengan industri dari negara-negara lain yang juga mendapakan pasokan gas murah,” kata Eko di kantornya, di Kawasan Kuningan Jakarta.

Selama ini, menurut dia, kebutuhan sector industri untuk mendapatkan gas yang lebih ekonomis selalu terbentur oleh kepentingan negara demi mendapatkan devisa yang lebih cepat dari penjualan langsung gas bumi di lapangan-laangan gas yang ada.

Padahal pemerintah juga perlu memperhatikan kebutuhan industri yang sebenarnya juga perlu mendapatkan gas yang bersaing, sehingga bisa melipatgandakan nilai dari bahan mentah yang diolah di dalam negeri sendiri.

“Kalau soal penerimaan negara, sebenarnya buat sektor industri ada yang namanya nilai tambah, yang nanti bisa dikompensasi pada penerimaan negara juga,” kata Eko.

Karena itu, harga gas murah, menurut Eko punya nilai strategis dan sejalan dengan semangat hilirisasi yang dijalankan pemerintah saat ini. Karena bila industri dalam negeri bisa menikmati insentif adanya gas murah ini, maka akan berpengaruh pada output dari industri yang melakukan pengolahan di dalam negeri.

Dan ini tentu saja efek ekonomi yang bisa dihasilkan akan lebih besar. Saat ini ada beberapa industri yang berkepentingan untuk mendapatkan gas murah. Seperti pabrik pupuk, PLN, pabrik kaca dan keramik, petrokimia, baja hingga hulu tekstil.

“Ïndustri makanan dan minuman juga butuh gas, tapi kan harga tidak merata, harga dunia juga fluktuatif, silakan di cek,” kata Eko.

Ia menyebut, jika ingin serius membengkitkan sektor industri, seperti manufaktur sehingga bisa bersaing dengan industri dari luar negeri, Pemerintah memang perlu mengambil tindakan yang bisa melindungi industri di dalam negeri.

Jika tidak, maka industri dalam negeri akan kalah bersaing dan jalan di tempat bahkan bisa bangkrut. Dan ini selalu terkait dengan politik dagang negara-negara maju. “Dari jaman Hindia Belanda, negeri kita ini kan cuma diambil bahan mentah nya saja, kita mau olah sendiri, sulit,” ujar Eko.

Sehingga dengan danya kebijakan HGBT diharapkan bisa membuat pelaku industri bisa mendapatkan pasokan gas dengan harga US$6 per juta metrik british thermal unit (MMBTU). Sementara harga gas pasar di Tanah Air berkisar US$8 hingga US$12 per MMBTU.

Dari pengenaan HGBT 2021 hingga 2023, terhitung pendapatan negara dari penjualan gas lebih murah membuat negara kehilangan pendapatan sebesar Rp51,04 triliun. Namun, nilai tambah yang ddapat dari pengolahan oleh sector manufaktur mendongkrak pendapatan negara jadi Rp 157,20 triliun. Tiga kali lipat dari subsidi yang dikeluarkan negara.

Nilai tambah ini berasal dari capaian kinerja ekspor, pendapatan pajak, investasi yang masuk, pengurangan subsidi pupuk, dan lain-lain. Melalui kebijakan HGBT ini, industri manufaktur terbukti juga bisa menahan laju deindustrialisasi dan perlahan bangkit lagi.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto pada 2022 mencapai 18,34 persen. Angka ini sedikit membaik pada 2023 menjadi 18,67 persen.

Namun, Pemerintah memang saat ini sedang menghadapi dilema bila nanti perlu adanya pengenaan harga murah gas untuk industri ini. Pertimbangan itu adalah terkait keberlanjutan eksplorasi gas di lapangan-lapangan ga yang ada di dalam negeri.

Petimbangan untuk menaikkan harga gas buat sektor industri disebabkan oleh kenaikan biaya operasi sumur gas. Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas Tutuka Ariadji kondisi di lapangan ini menyulitkan pemerintah untuk memotong besaran biaya agar lebih efisien.

Kenaikan harga gas untuk industri, diakbatkan sumber gasnya berasal dari sumur yang semakin tua sehingga biaya operasinya meningkat. Tutuka menambahkan pemerintah akan mencari celah menjaga keuntungan produsen gas bumi atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dan menjaga harga agar sesuai dengan kemampuan industri.

 

160