Home Ekonomi CME-ID: Apakah Kenaikan Suku Bunga Efektif Selamatkan Rupiah?

CME-ID: Apakah Kenaikan Suku Bunga Efektif Selamatkan Rupiah?

Jakarta, Gatra.com - Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga pada Rabu (24/4) ke level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, sebuah langkah yang diambil  untuk memperkuat nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar meskipun sejumlah intervensi  di pasar valuta asing telah dilakukan. Para ekonom sebelumnya memperkirakan bank sentral akan mempertahankan BI 7-day reverse repurchase rate (BI7DRR) sebesar 6%, namun justru menaikkannya sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%, sebuah tingkat yang belum pernah terlihat sejak 2016.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataannya menyebut, kenaikan suku bunga dimaksudkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah potensi risiko global yang meningkat.

Center for Market Education Indonesia (CME-ID) setuju dengan konsensus umum bahwa kebangkitan kembali rupiah dari pelemahan disebabkan oleh faktor eksternal. Pertama, inflasi Amerika yang lebih tinggi dari yang diperkirakan membuat suku bunga Federal Reserve (FED) tetap tinggi, hal ini mendorong aliran kapital ke pasar Amerika.

Kedua, ketegangan geopolitik yang berkepanjangan di Timur Tengah meningkatkan kepercayaan pada dolar sebagai mata uang yang lebih stabil atau yang disebut sebagai greenback.

Pertanyaan kritisnya apakah suku bunga yang lebih tinggi akan mendukung mata uang Indonesia? CME-ID berpendapat, poin positif utama dari langkah ini adalah sinyal yang dilancarkan BI, yang menunjukkan komitmen jelas untuk mempertahankan rupiah.

“Langkah ini sebetulnya menunjukkan komitmen Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan rupiah. Jika pasar merespon positif, ini bisa berdampak baik. Namun, tekanan pada rupiah sangat mungkin akan berlanjut mengingat ketidakpastian global dan transisi pemerintahan," kata Country Manager CME Indonesia, Alfian Banjaransari dalam keterangan resminya di Jakarta pada Kamis (25/4).

Untuk strategi jangka panjang, dan mengingat fakta bahwa rupiah bukan satu-satunya mata uang Asia yang mengalami tekanan, Center for Market Education mengusulkan bank-bank sentral ASEAN untuk meningkatkan kerja sama dalam mendukung daya beli masyarakatnya.

Mengingat ketidakmungkinan institusional untuk mengadopsi solusi yang diinginkan seperti kembali ke standar emas atau memperkenalkan kompetisi antar mata uang di dalam negeri, CME-ID merekomendasikan sejumlah langkah reformasi. Yakni, mendorong adopsi mata uang bersama ASEAN dan mengadopsi satuan hitung ASEAN yang berbasis pada keranjang berbagai barang (basket of goods).

Kedua inisiatif ini akan menjaga inflasi dan memperkuat mata uang regional yang kompetitif dengan Dolar AS dan Euro. Sebagaimana dianjurkan oleh Profesor Warren Coats (pensiunan Dana Moneter Internasional), kedua reformasi tersebut dapat dicapai dengan menggunakan Hak Tarik Khusus (SDR) IMF dalam transaksi pribadi.

SDR merupakan klaim atas mata uang yang dapat digunakan secara bebas oleh negara anggota IMF dapat memberikan likuiditas tambahan dan stabilitas nilai lebih besar. SDR dapat menyediakan likuiditas bagi suatu negara. Sekeranjang mata uang yang merepresentasikan SDR di antaranya dolar AS, Euro, Yuan Tiongkok, Yen Jepang, dan Pound Inggris.

"Dalam masa sulit bagi mata uang negara berkembang seperti saat ini, kami mengundang kerja sama yang lebih intens antara bank sentral regional di kawasan untuk menciptakan sistem moneter baru dengan mata uang terintegrasi, yang diharapkan dapat bersaing dengan dolar AS dan Euro," kata CEO dari Center for Market Education (CME), Carmelo Ferlito.

40