Home Regional Bedaya Diradameta, Persembahan untuk Peringatan HUT ke 267 dan Hari Tari Dunia

Bedaya Diradameta, Persembahan untuk Peringatan HUT ke 267 dan Hari Tari Dunia

Solo, Gatra.com - Lantunan surat Al-Fatihah menjadi penanda dimulainya tarian ini. Bedaya Diradameta, karya dari Pangeran Sambernyawa atau Mangkunegara I yang telah lama tak ditarikan ini dipentaskan kembali dalam peringatan HUT Mangkunegara 267 dan Hari Tari Dunia pada Minggu (28/4) kemarin.

Dirameta ini ditarikan oleh penari yang semuanya laki-laki berjumlah tujuh orang. Dengan gagahnya mereka menghunuskan trisula dan busur menggambarkan betapa heroiknya kemenangan Mangkunegara I memenangkan Perang Rembang pada 1756 yang lalu.

Bedhaya Diradameta ini sudah sangat lama tak ditarikan. Sehingga untuk menampilkan Diradameta membutuhkan persiapan. Kurator Tari Rama Soeprapto mengatakan bahwa Bedaya Diradameta ini menggambarkan keindahan, bukan hanya dari tarian namun juga pakaian yang dikenakan para penari beserta seperangkat aksesorisnya.

”Diradameta ini merupakan bedaya alusan. Kami menggubahnya kembali bersama tiga koreografer,” katanya dalam jumpa pers, Minggu (28/4).

Dalam sajian Diradameta ini, Kemendikbudristek bersama Pura Mangkunegaran menggandeng ISI Surakarta. Koreografer Eko Supriyanto atau yang dikenal dengan Eko Pece mengatakan untuk menampilkan bedaya ini sangat sarat akan tantangan. Sebab semua penari harus siap secara fisik.

”Ini semua tentang fisik yang dilatih, kemudian akhirnya rasanya bisa muncul dan menyajikan bedaya Diradameta ini,” ujarnya.

Pimpinan Pura Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegara X mengatakan bahwa di perayaan HUT Pura Mangkunegaran ke-267 ini bertujuan untuk terus menggali budaya dan terus berinovasi. Untuk itu Pura Mangkunegaran bekerjasama dengan pemerintah dan perguruan tinggi untuk terus merawatnya.

”Kita sadari betul bahwa kebudayaan harus dirawat bersama-sama. Ketika digabungkan, dampaknya akan lebih besar. (Pertujukan Bedaya Diradameta) ini merupakan bentuk penggalian yang lebih kuat. Apalagi tarian ini dimulai sejak Mangkunegara yang pertama,” katanya.

Terkait tarian ini sendiri, pria yang memilik nama kecil Gusti Bhre tersebut menyatakan bahwa sebagai episentrum budaya, Pura Mangkunegaran mempunyai kewajiban untuk membangun, bukan hanya bangunan fisik namun juga nilai budaya.

”Diradameta ini karya adiluhung yang bisa diselaraskan dengan masa kini karena cukup dinamis,” katanya.

Sementara itu Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menyatakan bahwa pentingnya ekosistem kebudayaan itu dibuat. Sehingga kementerian tidak bisa jalan sendiri-sendiri untuk membentuk dan melestarikan kebudayaan ini.

”Pura Mangkunegaran jelas merupakan rumah budaya, ISI Surakarta juga. Ini kunci untuk melakukan inovasi di ke depannya. Bentuk kontemporer dari Bedaya Diradameta ini bertujuan agar karya ini bisa dikolaborasikan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di dunia,” ujarnya.

Sementara itu Perayaan hari tari dunia di kota Solo dilaksanakan serentak pada Senin (29/4). Perayaan hari tari diselenggarakan di beberapa titik, mulai dari Balai Kota Solo, Taman Sriwedari, ISI Surakarta, Keraton Kasunanan Surakarta dan berbagai lokasi lainnya secara tersebar.

27