Home Ekonomi Pakar UGM Ingatkan Risiko Gagal Proyek Sawah RI-Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan

Pakar UGM Ingatkan Risiko Gagal Proyek Sawah RI-Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan

Yogyakarta, Gatra.com - Rencana kerja sama Indonesia-Cina mengembangkan lahan pertanian di Kalimantan mendapat respons akademisi pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dwi Apri Nugroho yang menilai proyek itu rentan gagal jika tak disiapkan dengan baik.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkap hasil pertemuan High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) RI–RRC di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, medio April lalu, salah satunya menyiapkan satu juta hektar lahan di Kabupaten Pulang Pisau untuk proyek pertanian.

Bayu menyatakan besarnya kompleksitas dalam membahas pertanian di Indonesia. Menurutnya, tidak ada pihak yang bisa menggaransi keberhasilan penanaman padi di Cina juga akan berhasil juga di Indonesia.

“Sukses di sana belum tentu akan mendapatkan hasil yang sama di Indonesia, dalam hal ini di Kalimantan Tengah. Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komoditas pertanian, termasuk kondisi lingkungan seperti iklim, tanah, hama, penyakit, dan aspek sosial masyarakat,” ungkapnya di kampus UGM, Senin (6/5).

Bayu menyampaikan, kearifan lokal dalam sektor pertanian harus mendapat perhatian. Selain itu, juga ada skala lahan pertanian dan tingkat kesuburan yang perlu diperhatikan.

“Dari sisi cara budi daya juga berbeda. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi lingkungan setempat. Sebagai contoh, daerah dengan kondisi tanah yang memiliki pH tinggi atau basa, untuk menjadikannya bisa ditanami dengan kondisi ideal, harus dilakukan treatment untuk menurunkan pH tersebut,” katanya.

Ia menuturkan, dalam situasi global saat ini menolak atau membatasi kerja sama dengan negara lain tidak mungkin dilakukan. Namun penerapan pertanian secara langsung di lahan luas tanpa uji coba pada skala demplot dinilai juga bukan langkah tidak tepat.

Menurutnya, proyek itu bisa gagal karena bibit tidak bisa tumbuh dengan baik atau produktivitasnya tak sesuai harapan. “Bagaimanapun kondisi lingkungan Cina dan Indonesia dalam hal ini Kalimantan Tengah memang berbeda,” ucapnya.

Oleh karena itu, kata Bayu, sebaiknya proyek tersebut tidak langsung diterapkan di area yang luas dan dilakukan uji coba dengan demplot. Langkah ini untuk mengetahui cocok tidaknya bibit dari Cina tersebut cocok ditanam di Kalimantan Tengah.

Selain itu, akademisi atau lembaga riset bisa mencari solusi. Banyak pihak diharapkan turut mengamati sekaligus menguji proyek ini.

“Jika bibit dari Cina telah diuji dan terbukti dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, serta menghasilkan produktivitas tinggi seperti di Cina, maka tentunya diperlukan peningkatan skala,” ujarnya.

74