Home Hukum Keluarga Mantan Pangkostrad Kemal Idris Berharap MA Berikan Keadilan

Keluarga Mantan Pangkostrad Kemal Idris Berharap MA Berikan Keadilan

Jakarta, Gatra.com - Perjuangan keluarga eks Pangkostrad Letjen (Purn) Kemal Idris guna mendapatkan haknya masih belum selesai. Sebab, kendati Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan ahli waris Kemal Idris, Firouz Musaffar dan Anggreswari RK, namun pihak tergugat, PT CIA mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Diketahui, Firouz Musaffar dan Anggreswari RK mengajukan gugatan lantaran rumah yang seharusnya menjadi warisan mereka di Jalan Duta Indah I No 11 Pondok Pinang, Jakarta Selatan, seluas 1.061 meter, senilai Rp60 miliar, diperjualbelikan secara ilegal oleh oknum notaris.

“Harapan klien kami, permohonan kasasi dari PT Capital Investasi Artha ditolak karena tak punya dasar hukum. Di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi kita sudah menang,” kata kuasa hukum keluarga Kemal Idris, Yayan Riyanto.

Terlebih, kata Yayan, dalam persidangan, notaris Mahyasari Notonagoro sudah mengakui, PPJP dibuat dengan dasar ahli waris yang palsu.

Berdasarkan kesimpulan sidang Majelis Pengawas Notaris Notaris RA. Mahyasari diminta membatalkan PPJB Nomor 6 tanggal 6 November 2017 yang sudah ditandatangani oleh PT CIA.

“Di Majelis Pengawas Notaris pun sudah mengakui. Tak ada alasan lagi dari pemohon kasasi dikabulkan,” tutur Yayan.

Peristiwa ini bermula ketika dua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yakni Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati yang merupakan ahli waris, hendak menjual rumah tersebut pada 2017.

Dimediatori pegawai agen property Firly Amalia, rumah itu rencananya akan dibeli oleh Rio Febrian. Pada 18 Oktober 2017, Sertifikat Hak Milik No. 192 milik Firrouz dan Anggreswari, serta dokumen lainnya diserahkan ke kantor Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro, di Jalan Radio IV No.1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Di tempat itu, KTP Anggreswari dipinjam, lalu dibawa ke ruangan, serta kemudian dikembalikan. Setelahnya, sertifikat rumah yang dibawa ke ruangan. Sertifikat tersebut lalu ditahan, dengan alasan untuk dicek statusnya ke kantor BPN Jakarta Selatan.

Anggreswari yang datang bersama sepupunya, hanya diberikan tanda terima, yang ditandatangani pegawai Notaris RA Mahyasari, bernama Jamilah.

Kemudian, pada 3 November 2017, Anggreswari bertemu dengan Rio di Victoria Cafe Pondok Indah II, untuk menandatangani perjanjian kesepakatan jual beli. Harga yang disepakati sebesar Rp38 miliar.

Penandatangan dilakukan di bawah tangan, tanpa adanya akte notaris. Alasannya, sertifikat masih belum atas nama ahli waris, dan masih atas nama orang tua ahli waris, yaitu almarhumah Herwi Nur Bandiani, istri Kemal Idris.

Kemudian, pada 9 November 2017, Anggreswari dan Firrouz bertemu kembali dengan Rio, di Plaza Indonesia. Di sana, Rio mentransfer uang sebesar Rp500 juta sebagai tanda keseriusannya sebagai pembeli.

Hanya saja, setelah pertemuan itu, tidak ada kabar lanjutan soal jual-beli itu dari Rio. Pada 27 Desember 2017, tiba-tiba ada orang yang datang dan hendak masuk ke rumah Letjen (Purn) Kemal Idris.

Dia mengaku telah membeli rumah tersebut. Padahal para ahli waris belum menandatangani akta jual-beli atau surat apa pun di Notaris, dan hanya menitipkan Sertifikat Hak Milik kepada Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro.

Di hari itu juga, para ahli waris datang ke kantor Notaris Mahyasari untuk menanyakan hal tersebut. Namun, tutup karena libur akhir tahun.

Anggreswari kemudian kembali mendatangi kantor Notaris Mahyasari pada 4 Januari 2018 untuk mengambil sertifikat yang dititipkan sekaligus membatalkan rencana PPJB dengan Rio Febrian.

Tapi, Mahyasari menolak. Karena, kata dia, telah dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT CIA dengan PPJB No. 6 tanggal 6 November 2017.

Disebutkan, PT CIA membeli rumah itu dengan harga Rp12 miliar. PT CIA kemudian mengirimkan somasi kepada Anggreswari pada 7 Februari 2018, dan memerintahkannya untuk mengosongkan rumah.

Tapi, Anggreswari menolak, lantaran merasa tidak pernah meneken kesepakatan dengan perusahaan tersebut.

Di lain sisi, PT CIA melaporkan Rio Febrian dan atasannya, Erwin Sugiharto ke polisi atas tuduhan penipuan. PN Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp5 miliar dengan subsider dua bulan kurungan pada 2019.

Atas putusan itu, Anggreswari dan Firrouz melalui kuasa hukumnya, Yayan Riyanto dan Verridiano L F Bili, mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022. Mereka menggugat Mahyasari (tergugat I), Rio Febrian (tergugat II), PT CIA (tergugat III), Firly Amalia (turut tergugat I), dan Kepala Kantor ATR/BPN Jaksel (turut tergugat II).

Majelis Hakim PN Jaksel mengabulkan gugatan ahli waris Kemal Idris. Namun, PT CIA dan notaris RA Mahyasari mengajukan banding. Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta kemudian menguatkan putusan PN Jaksel. PT DKI Jakarta memutuskan perkara No .1127/2023/ PT.DKI pada Rabu 3 Januari 2024 dengan putusan menerima permohonan banding dari pembanding I semula tergugat I dan pembanding II semula tergugat III.

"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 686 /Pdt.G/2022/ Jkt .Sel., tanggal 24 Juli 2023 yang dimohonkan banding tersebut,” demikian bunyi salinan putusan PT DKI.

Kendati demikian, PT CIA mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pihak kuasa hukum ahli waris Kemal Idris pun meladeninya. Mereka sudah menyerahkan kontra memori kasasi ke MA tertanggal 20 Maret 2024 dan diterima pada 24 Maret 2024.

“Putusan Pengadilan Negeri Jakarta selatan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta adalah sudah tepat dan benar,” ujar Yayan.

21

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR