Home Pendidikan Kearifan Budaya Bali Dikenalkan Lewat Gelaran Telu

Kearifan Budaya Bali Dikenalkan Lewat Gelaran Telu

Jakarta, Gatra.com - Kearifan lokal menjadi salah satu cara penting dalam menghadirkan upaya pengelolaan air. Pengenalan tentang urgensi tersebut dihadirkan dalam kegiatan dengan tema Telu: Pasar Rempah, Pameran Subak, dan Pertunjukan Seni Budaya Bali berlangsung dari tanggal 21 hingga 25 Mei 2025 bertempat di Museum Pasifika.

Pemaren Telu ini juga jadi bagian dari World Water Forum 2024. Kurator Pameran Telu, Erwien Kusuma mengatakan, Salah satu tujuan kegiatan adalah ingin mengenalkanp ada pentingnya menjaga kearifan lokal dalam pengelolaan air, terutama melalui konsep subak, sistem irigasi tradisional di Bali yang telah menjadi warisan budaya dunia.

Kata Erwien, nilai-nilai lokal tersebut dapat memberikan inspirasi bagi upaya global dalam mengatasi tantangan air di berbagai belahan dunia.

“Telu dalam Bahasa Bali berarti ‘tiga’ yang mengacu pada ajaran Tri Hita Karana sebagai simbol harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhan, dengan manusia, dan alam dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat Bali,” tutur Erwien dalam keterangannya, Jumat (24/5).

Dalam konteks Bali, Tri Hita Karana sebagai konsep spiritual, kearifan lokal, dan sekaligus falsafah hidup masyarakat Hindu Bali bertujuan menciptakan keselarasan hidup manusia, alam, dan Tuhan.

Beranjak dari falsafah itu, semua aspek kehidupan masyarakat yang mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan diatur, dilestarikan, dikembangkan oleh masyarakat Bali, termasuk dalam mengelola air (subak). 

"Dengan pameran ini kita bisa melihat betapa pentingnya kebudayaan dalam sistem global kita sejak lama. WWF di Bali ini adalah momentum yang tepat sekaligus menjelaskan subak lebih luas kepada komunitas internasional,” kata Erwien.

Sementara itu, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemendikbudristek menyajikan Telu yang dilaksanakan di Museum Pasifika. Telu terbagi dalam tiga area. Pada area pertama, pengunjung diajak untuk menikmati suasana pasar tradisional di Bali yang menyajikan berbagai jenis rempah dan olahannya.

Selain itu, pengunjung juga dapat mencicipi secara langsung produk olahan yang telah disediakan. Di area pasar rempah terdapat Giant Book Jalur Rempah yang menginformasikan bahwa Bali telah terintegrasi dalam jalur rempah sejak awal abad masehi.

Ketua Tim Kerja Diplomasi Jalur Rempah Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, M. Atqa mengatakan, pihaknya ingin mendekatkan pengetahuan tradisional Masyarakat Bali dalam memanfaatkan rempah dalam bentuk produk olahan.

"Seperti bubur, jamu, sate lilit, lulur tradisional, minuman rempah tradisional yang diolah berdasarkan lontar ushada Bali kepada pengunjung Telu,” jelas M. Atqa.

Dalam pameran, pengunjung akan disajikan pameran subak dengan konsep alam dilengkapi tata lampu yang akan membawa pengunjung merasakan suasana subak secara langsung.

Tidak ketinggalan juga, pameran dilengkapi dengan koleksi artefaktual terkait subak dari Museum Provinsi Bali, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV, dan Pusat Informasi Majapahit, serta koleksi lukisan pelukis terkenal, Walter Spies, bertemakan subak dan perairan dari Museum Pasifika.

“Event ini dibuka untuk umum, gratis selama lima hari, dan pengunjung juga akan mendapatkan merchandise menarik,” tambahnya.

150