Home Ekonomi Kebakaran Hutan dan Solusi Teknik Balsem Ala Apkasindo

Kebakaran Hutan dan Solusi Teknik Balsem Ala Apkasindo

Pekanbaru, Gatra.com - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo) menawarkan Teknik Balsem (TB) sebagai cara yang lebih efektif untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). 
 
Teknik semacam itu kata Ketua DPP Apkasindo, Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP didapat dari hasil pengamatan panjang terhadap karakter penyebaran bunga api di lokasi karhutla.
 
"Api menyebar kemana-mana lantaran lompatan bunga api dari ranting yang mengandung gabus. Lompatan ini kemudian meletup seperti mercon," terang Gulat saat berbincang dengan Gatra.com, Selasa (17/9). 
 
Adapun TB tadi kata Gulat adalah melapisi permukaan gambut dengan lumpur gambut. "Jadi kalau percikan jatuh, akan segera padam. Lebar balsem gambut ini bisa dibikin antara 15 meter sampai 30 meter.Di beberapa lokasi karhutla, khususnya gambut, cara ini sangat ampuh, 95 persen api bisa dilokalisir. Teknik ini sudah diterapkan beberapa kali dan hasilnya sangat memuaskan," ujar Gulat meyakinkan. 
 
Kalau kemudian karhutla berada di lokasi yang arah anginnya berubah-ubah kata Gulat, maka TB nya bisa dibikin dengan cara melingkari lokasi karhutla. 
 
"Teori yang mengatakan kalau api di lahan gambut menjalar di bawah tanah dan sulit dipadamkan, itu sudah tidak relevan lagi. Buktinya saat dilakukan kanalisasi untuk melokalisir lokasi kebakaran tadi, tetap saja api melebar kemana-mana," katanya. 
 
Keluarga besar Apkasindo kata Gulat sangat prihatin dengan karhutla yang terkesan menjadi rutinitas di Indonesia. Kita tidak perlu saling menyalahkan, ini justru akan menambah kegembiaraan asing yang anti sawit. Faktanya saat ini hutan di Sumatera dan Kalimantan terbakar lagi. Semua orang menjadi repot, termasuk Presiden Jokowi yang tak jarang turun langsung memegang kendali upaya pemadaman. Kami salut dengan Pak Jokowi," ujar Gulat. 
 
"Selama ini kan versi penyebab kebakaran hutan itu beragam. Ada yang bilang, perusahaan membakar, lalu ada pula versi bahwa yang membakar itu petani yang sedang membuka lahan. Terus ada lagi versi ketiga; itu dibakar. Kalau versi ketiga dituduhkan pada lahan yang sudah ada tanaman sawit, logika sajalah, siapa sih yang mau membakar kebun sendiri? Lalu kalau yang terbakar itu hutan belantara, patut diduga ada oknum bermain untuk menimbulkan kegaduhan," kata Gulat. 
 
Di saat pemerintah sibuk menyelesaikan masalah Papua, Kemenko Perekonomian sibuk membahas Draft Perpres Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Kementan sibuk melawan kampanye negatif sawit, di saat itu pula muncul rentetan peristiwa lain yang gayung bersambut seperti kebakaran hutan dan lahan. Yang aneh nya jika ada kebakaran hutan, pasti dikaitkan dengan sawit. "Inikan menjadi lebih aneh dan kemudian sangat masuk akal bahwa ada yang sengaja membikin gaduh untuk menarik perhatian dunia; ada masalah dengan sawit Indonesia," tuding Gulat. 
 
Tudingan kalau petani kelapa sawit atau perusahaan sebagai pemicu karhutla kata Gulat juga patut diduga dibumbui oleh ketidaksenangan oknum terhadap komoditi ini. 
"Analoginya, di Brazil terjadi kebakaran hutan yang cukup luas dan parah, sudah ribuan hektar, apakah itu akibat aktivitas pembukaan hutan untuk sawit ? Ada baiknya kita memilah dengan proporsional dan membuka mata telinga. Saya sangat yakin orang pasti berpikir seribu kali untuk membakar lahan disaat ancaman hukuman terhadap pelakunya, sangat keras dan menakutkan. Polisi, Manggala Agni, TNI dan Masyakat Anti api sudah berjibaku memadamkan api, kami Petani Sawit Indonesia sangat mengapresiasinya, mudah-mudahan kedepan tidak ada lagi karhutla," Gulat berharap. 
 
Kalau begitu ceritanya, kok bisa terjadi karhutla? "Ini yang harus dikaji oleh Tim Gakkum dan pihak terkait. Jika sengaja membakar, saya yakin tujuannya bukan untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit, tapi ada niat terselubung," kata Gulat.
 
"Saya menyarankan kepada kita semua, untuk merubah mindset tentang kebakaran lahan yang selalu dikaitkan dengan perkebunan sawit, coba kita berpikir dari sudut pandang berbeda; Gimana kalau itu sengaja dibakar untuk tujuan politik lingkungan (environmental politics)," pinta auditor ISPO ini serius. 
 
Selain solusi soal antisipasi karhutla tadi, Gulat juga menyodorkan solusi terkait kebun petani kelapa sawit di kawasan hutan. Bahwa masalah kawasan hutan dan non hutan harus didudukan bersama, khususnya antara KLHK dengan Kementan. Sebab sudah menjadi rahasia umum bahwa Kementerian Pertanian dan Kementerian LHK saling tarik kepentingan. Di satu sisi, KLHK tidak mau sejengkalpun luas hutan berkurang sekalipun hanya sekedar diatas kertas, tapi di sisi lain, Kementerian Pertanian sangat terdesak oleh semakin meningkatnya kebutuhan manusia yang bersumber dari alam. Untuk ini tentu perlu tanah. 
 
"Tanah tidak pernah beranak pinak, sementara manusia beranak pinak terus dan harus memenuhi kebutuhannya, inilah yang menjadi pemicu persoalan tanah di Negeri ini," kata Gulat. 
 
Biar yang semacam ini tidak berlarut-larut kata Gulat, ada baiknya Presiden Jokowi menggabungkan KLHK dengan Tanaman Perkebunan. Misalnya menjadi Kementerian Kehutan dan Perkebunan. Penggabungan ini akan memperkecil pergesekan egosektoral lintas kementerian," ujarnya.
 
377