Home Milenial Kondisi Pengungsi Gempa di Maluku Tengah Memprihatinkan

Kondisi Pengungsi Gempa di Maluku Tengah Memprihatinkan

Ambon, Gatra.com- Ribuan warga di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, yang mengungsi akibat gempabumi berkekuatan 6.8 SR, Kamis, dua hari lalu, hingga kini masih bertahan di daerah pegunungan. Kondisi mereka semakin memprihatinkan. Sebab, bala bantuan tak kunjung datang.

Lebih menyakitkan lagi, bantuan pemerintah daerah setempat hanya terdistribusi sampai di kantor Kecamatan Pulau Haruku saja. Setelah itu, para pengungsi diminta untuk mengambil bantuan tersebut secara sendiri-sendiri.

Keadaan itu membuat warga menilai Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah, tidak memiliki rasa kemanusian. Sejak gempa mengguncang, mereka hanya mengecek kondisi masyarakat melalui telepon genggam. Padahal, saat itu sistem kelistrikan terganggu, lampu padam dan alat telekomunikasi terputus.

"Katanya bantuan sudah ada di kantor kecamatan Haruku. Tapi mereka meminta kami untuk mengambil bantuan itu sendiri," ungkap Ismail Sangadji, warga Negeri Rohmoni, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, Sabtu (28/9/2019).

Lokasi bantuan seluruhnya ditampung di Kantor Kecamatan Haruku yang berada di Desa Pelauw. Untuk sampai ke sana, warga harus menempuh jarak kurang lebih 10 Km dari Desa Rohmoni dan Kabauw.

"Jangankan ke Pelauw, turun ke kampung sendiri saja masyarakat di sini takut. Ini pemerintah bagaimana?," sesal Ismail.

Bukan saja ribuan pengungsi dari Desa Rohmoni dan Desa Kabauw yang hingga kini belum tersentuh uluran tangan pemerintah. Hal yang sama jug dialami ribuan warga Desa Haruku yang masih menempati daerah ketinggian.

Di Desa Haruku, kurang lebih 3.000 jiwa masih dihantui rasa takut. Apalagi, hingga saat ini, ratusan kali gempa susulan terus terjadi. Mereka masih bertahan di tenda-tenda pengungsian yang tersebar di tiga lokasi pegunungan, sejak gempa utama mengguncang pada Kamis lalu.

Raja Negeri Haruku, Zefnat Ferdinandus, yang dihubungi Gatra.com, mengaku, pihaknya hanya baru mendapat bantuan dari Sinode Gereja Protestan Maluku. Sementara dari pemerintah Kabupaten tak kunjung datang.

"Warga kampung sini mengungsi di tiga titik. Ada 3.000 orang. Datanya baru kami kirim via telepon. Soalnya komunikasi terputus, listrik mati," ungkap Zefnat via selulernya, Sabtu (28/9/2019).

Zeth, nama sapaan Raja Haruku ini mengaku kondisi warganya kini memprihatinkan. Khusus anak-anak, kondisi mereka saat ini terserang penyakit batuk, demam dan panas. Para lansia juga mengalami hal yang sama.

"Memang saat ini ada ditangani dokter dan perawat-perawat yang bertugas di sini. Katong (kami) juga sudah minta obat di pemerintah. Mungkin besok-besok baru datang," kata Zefnat yang ucapannya melalui telepon genggam terdengar putus-putus.

Selain kebutuhan kesehatan, Zeth, yang juga terdengar sedang diserang penyakit batuk ini, mengaku rumahnya turut rusak akibat gempa. Ia mengaku sedang turun dari pegunungan untuk membersihkan puing-puing rumahnya yang juga hancur.

"Kemarin Bupati minta data rumah rusak. Katong kirim rumah rusak ringan 209 unit. Rusak berat 184 unit. Fasilitas umum seperti SMP 3 Pulau Haruku rusak berat, gereja rusak berat. SD 1 rusak berat, SD 2 rusak ringan, Balai Desa Haruku rusak berat, TK rusak berat, dan puskesmas rusak ringan," rincinya.

Sementara itu, Kepala BPBD Kabupaten Maluku Tengah, Bob Rahmat, yang dikonfirmasi Gatra.com terkait kondisi penanganan pengungsi gempa tersebut, tidak mengelak.

Menurutnya, proses penyaluran bantuan yang dilakukan pihaknya itu sudah sesuai dengan mekanisme atau prosedural. Dimana para pengungsi dapat mengambil bantuan melalui pemerintah negeri setempat.

"Jadi gini, Camat kan merupakan kepala wilayah di Kecamatan itu. Di negeri-negeri ada pemerintah negeri. Pemerintah negeri yang mengurus masyarakat. Masyarakat datang silahkan kepala negeri ke camat, camat distribusi. Itu SOP-nya," kata Bob via selulernya, Sabtu sore (28/9/2019).

Penerapan penyaluran bantuan yang diterapkan tersebut, kata dia, untuk menghindari adanya protes dari masyarakat. Sebab, bila distribusi dilakukan secara langsung, dikhawatirkan proses pembagian bantuan tidak merata. Ini dapat menimbulkan keributan.

"Sehingga SOP-nya kita mainkan gitu. Kalau saya dorong semua ke desa, maka habis semua. Karena ada (Kecamatan) Pulau Haruku, ada Salahutu, ada Leihitu (Pulau Ambon). Kita bermain dengan SOP-nya saja," terangnya.

Negeri Haruku jaraknya lebih jauh dibanding Rohmoni dan Kabauw, dari Kantor Kecamatan. Untuk menuju ke sana, dapat ditempuh dengan jarak kurang lebih 15-20 Km. Tapi Bob tetap meminta seluruh kepala desa untuk proaktif. Sebab, menurutnya, mereka yang lebih mengetahui masyarakatnya.

"Kepala pemerintah negeri kan kepala pemerintah daerah juga. Nah ini yang harus kita ketahui. Mereka harus bergerak," pintanya.

Terkait kondisi Raja Haruku yang termasuk menjadi korban gempabumi, Bob mengaku, bahwa semua daerah juga merupakan korban gempabumi.

"Teknisnya adalah posko dibawah. Yang lebih tau kan dibawah. Kecepatan kepala pemerintah negeri itu, lebih cepat juga bantu kita. Kan kita Kabupaten Kepulauan. Kalau di Kota Ambon, hari ini saya bolak balik saja selesai," tandasnya.

572

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR