Home Kesehatan Bantuan untuk Asmat Belum Menyeluruh dan Perlu Sosialisasi

Bantuan untuk Asmat Belum Menyeluruh dan Perlu Sosialisasi

Jakarta, Gatra.com - Bantuan kesehatan dari pemerintah disebut belum menyentuh seluruh wilayah di Kabupaten Asmat, Agats, Papua. Meski status Kejadian Luar Biasa (KLB) stunting dan campak sudah dicabut pada 5 Februari 2018, masyarakat Asmat masih perlu diberikan bantuan kesehatan.

"Saya mohon perhatian pemerintah lebih lain lagi dari bantuan sekarang karena di sana ingin sekali disentuh, mereka masih butuh. Mungkin dari tim lain, pemerintah lain bisa fasilitasi selain puskesmas dan Dompet Dhuafa, untuk menyampaikan bantuan kesehatan itu penting," ujar relawan kesehatan asli Asmat, Bonafasius Manafin di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, Jumat (1/11).

Baca juga: Setahun Usai Pencabutan Status KLB Asmat, Ini Masalahnya

Selain belum menyeluruh, bantuan yang diberikan juga kerap kali kurang tepat digunakan oleh masyarakat Asmat. Bona memberi beberapa contoh kasus, misalnya pada saat masyarakat mendapat uang bantuan dari program Bangga Papua. Dari bantuan itu, masyarakat membelanjakannya untuk makanan sampai habis tak tersisa.

"Pemerintah beri bantuan harusnya diberi anggaran belanja, mereka belanjanya sekian. Diatur posnya, itu [mereka] belum memahami," ujarnya.

Bona menjelaskan, hal itu adalah bagian dari kebiasaan masyarakat Asmat. Jika mendapatkan uang, harus dihabiskan pada saat itu juga. Bona tentu menyayangkan, namun ia meminta pemerintah memberi arahan kepada masyarakat Asmat terkait bantuan yang diberikan.

Kebiasaan lain masyarakat Asmat adalah tak menuntaskan obat yang diberikan. Jika seorang anak sakit, orang tuanya memberi obat, namun tidak diminum sampai habis.

"Mereka dapat vitamin dan pelayanan kesehatan di puskesmas, obatnya diminum [misalnya] dua kali. Kalau besok orang tuanya sudah lihat anaknya sudah enakan, tidak minum obat lagi," ungkapnya.

Sarana kesehatan yang diberikan juga tak digunakan semestinya. Bona menyebut, masyarakat sempat mendapat kelambu antinyamuk dari pemerintah. Akan tetapi, kelambunya tidak dipasang di rumah mereka, justru dipakai untuk jaring ikan di laut dengan cara mereka sendiri.

Baca juga: Wagub Papua: Kerusuhan Fayit Asmat Harus Diusut Tuntas

Saat ditanyakan adakah pihak yang menyosialisasikan bantuan itu, Bona mengaku ada. Namun, perlu usaha ekstra lagi untuk memberikan pemahaman sebab masyarakat di sana tak mendapat akses pendidikan dengan baik, sehingga tak mengerti bahasa Indonesia atau tak bisa membaca dan menulis. Hal itu pula yang membuat masyarakat bertindak sesuai keyakinan mereka tanpa mempertimbangkan dampaknya lebih lanjut.

"Sebenarnya ada. Pemerintah atau puskesmas sudah memberikan penyuluhan. Mungkin karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan budayanya, bagi mereka benar," katanya.

149