Home Gaya Hidup Kartinian Anak Berbutuhan Khusus

Kartinian Anak Berbutuhan Khusus

Semarang, Gatra.com - Hari  Kartini pada  21 April tidak hanya diperingati oleh instansi ataupun sekolah-sekolah, namun juga anak yang berkebutuhan khusus. Mereka memperingatinya dengan acara khusus yang berlangsung di aula Balai Kota Semarang, Minggu (21/4).

Acara yang bertema "Kartinimu Kartiniku (untuk) Talenta Anak Berkebutuhan Khusus" di selenggarakan oleh sejumlah lembaga pemerhati dan pemeduli  kaum difabel  di kota semarang seperti Wisma Kasih Bunda, Bina Bunda Sahabat Disabilitas, Komunitas Sahabat Difabel dan Rumah D.

Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang, Krisseptiana Hendi, menyatakan salut dan kagum atas perjuangan  para ibu yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Menurut Tia, panggilan kriseptiana, ibu-ibu yang mempunyai anak berkebutuhan khusus merupakan kartini-kartini saat ini. 

Mereka patut diapresiasi atas kegigihan dan ketabahanya dalam mencinta, mengasihi, dan merawat anak-anak yang berkebutuhan khusus  sehingga anak tersebut bisa mandiri. "Kami mengapresiasi dan memberikan dukungan semangat untuk ibu-ibu dalam mengasuh, merawat maupun membesarkan anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus," kata Tya saat berbincang salah seorang yang mempunyai anak berkebutuhan khusus.

Tya berharap, agar masyarakat untuk mendukung dan memberikan dorongan semangat  kepada anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus agar bisa meraih cita-cita mereka.

Menyinggung tentang makna Kartini, Tya mengatakan, makna emansipasi bagi perempuan sekarang adalah bagaimana agar perempuan bisa memahami makna kesetaraan gender karena isu tersebut sudah dimunculkan dimana-mana. "Apakah dengan keseteraan itu akan melebihi laki-laki?  Tentu saja, tidak," kata Tya.

Untuk memahami kesetaraan, kata Tya, butuh pemikiran dan kecerdasan dari perempuan, supaya dalam kehidupannya tidak ada perbedaanya baik dalam pendidikan, ekonomi, politik dan segala macam. "Tetapi, disisi lain harus tetap memegang teguh prinsip sebagai perempuan," katanya. 

Keseteraan gender dalam kecerdasan, menurut Tya,  bukan berarti harus sarjana, melainkan kemampuan untuk bisa memilah dan berusaha membagi waktu. "Cuma bagaimana meminimalkan yang lemah. Yang dibutuhkan adalah perempuan-perempuan yang cerdas  yang utama adalah iman yang kuat bagi perempuan," katanya. 

Dalam acara yang berlangsung sejak siang, anak-anak berkebutuhan khusus menampilkan berbagai macam atraksi kesenian, baik dalam berbagai bentu seperti tari dan memainkan alat musik, bernyanyi,  dan baca puisi.

913