Home Melempar Seperti Perempuan: Renungan Aquarini Tentang Politik Tubuh

Melempar Seperti Perempuan: Renungan Aquarini Tentang Politik Tubuh

Jakarta, Gatra.com - Tubuh manusia tidak pernah netral. Dari jenis kelamin, ia menjadi laki-laki, perempuan atau menjadi di antaranya. Tubuh juga dikurung dalam kelompok ras, etnik, Bahkan tidak terikat hanya dalam hal ragawi, tetapi juga dalam disiplin yang dikenai dan dijalani oleh tubuh.

Itu pendapat yang dikemukakan pengajar Depertemen Susastra dan Kajian Budaya Universitas Padjadjaran Aquarini Priyatna, Ph.D dalam acara Unboxing Tari: Politik, Tubuh dan Ruang yang digelar Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (24/04).

Menurut Aquarini, tubuh menjalani hierarki pemaknaan karena proses budaya. Misalnya, ada tubuh yang indah, tidak indah, agak indah, tidak begitu indah dan hierarki lainnya.

"Ketika saya bayi, tubuh saya dikenai disiplin bertubuh. Anak cewek misalnya, tidak diperkenankan membuka kaki lebar-lebar, memanjat, meloncati pagar. Dalam hal ini, tubuh perempuan tidak dibangun untuk menempati ruang luas," kata Aquarini.

Meski begitu, Aquarini mengaku dibesarkan oleh ibu yang memperkenankan ia melakukan hal sebaliknya: memanjat pohon, teralis, meloncat, berlari, tidur dan melakukan apapun sebagaimana kehendak merdekanya.

"Kesadaran feminis tentang tubuh saya membawa saya pada pemahaman bahwa tubuh dan ruang tubuh adalah ranah politis dan ideologis," jelasnya.

Ia pun mengaitkan penjelasan tersebut dengan tulisan Feminis Amerika mendiang Iris Marion Young, Throwing like a girl: A Phenomenology of Feminine Body Comportment, Motility and Spatiality.

Young, yang mengkritik temuan Erwin Strauss, menerangkan bahwa memang ada cara bertubuh yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Tetapi perbedaan itu terjadi karena adanya konstruksi berbeda, bukan secara alamiah dan esensial.

Throwing like a girl, atau melempar seperti perempuan, merupakan istilah yang mewakili pendapat umum dalam masyarakat awam tentang betapa inferiornya segala bentuk sikap dan gerak tubuh perempuan.

"Istilah 'melempar seperti perempuan', 'memukul seperti perempuan', 'menangis seperti perempuan' kemudian dianggap sebagai tanda bahwa perempuan berada di bawah, digunakan sebagai insult," jelas Aquarini.

Menurutnya, berbagai faktor membentuk mentalitas dan stereotipe seperti itu, di antaranya adanya ketakutan terluka yang lebih besar pada perempuan daripada laki-laki.

"Ketakutan itu sendiri menurut saya adalah suatu hal yang dibangun secara kultural sejak anak perempuan masih muda. Jadi ini tentu jadi PR bagi semua hadirin di sini yang mungkin kelak mempunyai anak perempuan," tambahnya.

Peran orang tua dianggapnya sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak, dan lebih besar dari itu adalah menjadikan frasa 'melempar seperti perempuan' menjadi sebuah pujian, bukan penghinaan.