Home Gaya Hidup Mantai Kerbau, Tradisi Turun Temurun Menyambut Ramadan

Mantai Kerbau, Tradisi Turun Temurun Menyambut Ramadan

Sarolangun, Gatra.com - Warga masyarakat Desa Lubuk Bedorong Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi sejak puluhan tahun silam masih mempertahankan tradisinya menyambut puasa bulan suci Ramadan setiap tahun. Tradisi itu adalah Mantai Kerbau. Mantai artinya bantai atau pula bebantai. 

Sebuah tradisi yang kerap dilakukan dua hari menjelang bulan puasa dimulai. Biasanya kerbau yang dimantai mulai dari lima ekor hingga lebih untuk satu desa yang berpenduduk lebih kurang 900 jiwa atau 380 kepala keluarga tersebut. Mereka melakukan bebantai dalam satu hamparan lapangan berumput dan berkumpul disana.

Salah satu tokoh adat Desa setempat, M Hud (77) kepada Gatra.com Sabtu (4/5) mengatakan bahwa mantai dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan menumbuhkan perasaan riang gembira bagi seluruh warga dalam menyambut bulan ramadan.

"Tradisi ini sudah ada di desa kami sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan sejak saya kecil. Alhamdulillah hingga saat ini masih dipertahankan, tak perlu bagaimana kondisi ekonomi, mantai tetap akan dilaksanakan," katanya bercerita.

Ia mengatakan, sebelum pembelian kerbau untuk mantai, beberapa bulan sebelumnya warga terlebih dahulu mengumpulkan uang atau iuran seperti arisan yang dikumpulkan masing-masing kelompok di setiap Rukun Tetangga (RT). Biasanya dalam bentuk kelompok yasinan.

"Dalam satu ekor kerbau di tiap kelompok biasanya sampai 30 kepala keluarga, ada istilah andel/andil setiap orang atau KK sebesar Rp500 ribu untuk biaya beli kerbau, per andil sampai tiga kilo daging yang didapat bisa juga lebih. Tergantung jumlah orang dalam setiap kelompok," kata M Hud.

Ia menyebut, dalam sistem andil itu setiap orang tidak harus sendiri boleh juga dengan cara kongsi dua, mengingat kemampuan ekonomi setiap peserta yang mau ikut andil.

"Dan yang dibagikan itu hanya daging, terlebih dahulu ditimbang berapa kilo daging yang didapat setiap ekor kerbau sebelum dibagikan. Kalau kepala dan tulang lainnya, itu akan dilelang dan boleh bebas saling tawar menawar antar kelompok yang ada bahkan terkadang ada yang datang dari desa tetangga, uang hasil lelang biasa digunakan untuk pembangunan Masjid," katanya.

Ia menjelaskan, setelah selesai proses berbagi daging hasil mantai warga melakukan syukuran do'a bersama dengan makan bersama hidangan lauk pauk daging kerbau yang telah di olah berbagai jenis masakan mulai dari gulai, rendang dan lainnya khas desa itu dari rumah ke rumah.

"Makan-makan dan doa syukuran ini dilakukan di masing-masing rumah setiap Rukun Tetangga (RT) secara bergilir," ujarnya.

Pada momen bebantai, setiap warga menyaksikan keramaian pada acara itu. Baik kaum perempuan ibu-ibu maupun laki-laki, mereka menyaksikan prosesi bebantai bahkan sejak subuh hingga selesai sekira pukul 10.00 WIB.

"Kami selalu menanti momen ini setiap tahunnya, ini sangat menyenangkan bagi kami. Bahkan yang dari perantauan pun pulang kampung untuk menikmatinya dan berkumpul bersama keluarga," kata Ramzi salah satu warga setempat yang dibincangi Gatra.com.

2609