Home Ekonomi Izin Impor Telat, Bawang Putih Picu Inflasi Mei

Izin Impor Telat, Bawang Putih Picu Inflasi Mei

Jakarta, Gatra.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Mei 2019, terjadinya inflasi sebesar 0,68 persen. Salah satu pemicunya adalah kenaikan harga-harga secara umum. Inflasi bahan makanan berkontriusi sebesar 2,02% atau memiliki andil terbesar, yakni 0,43% dari total inflasi.

Dari jumlah tersebut, bawang putih menyumbang 0,05%, atau menjadi pendorong inflasi terbesar kedua setelah cabai merah sebesar 0,10%. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, mengungkapkan inflasi akibat bawang putih disebabkan oleh terlambat datangnya pasokan impor.

"Kemarin izin impor saat rapat koordinasi (Kemenko Perekonomian) 18 Maret. Tapi izin baru dikeluarkan tanggal 18 April, sehari setelah pemilu. Izin sampai bawang putih masuk paling cepat 3 minggu, sekitar pertengahan Mei. Itu udah puasa, harga tinggi, permintaan banyak. Belum, perjalanan distribusi butuh seminggu, terutama Luar Jawa," terangnya kepada Gatra.com, Kamis (13/6).

Baca Juga: Ekonom Indef Nilai Izin Impor Bawang Putih Tambahan Masih Diperlukan

Rusli menambahkan kenaikan harga signifikan tidak terjadi apabila impor dilakukan lebih cepat.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, harga rata-rata bawang putih ukuran sedang nasional sebesar Rp41.800/kg. Padahal, sejak awal Mei Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga eceran tertinggi (HET) bawang putih sebesar Rp32.000/kg untuk jenis banci di Pasar Tradisional, Rp35.000/kg untuk jenis banci di ritel modern dan Rp.40.000/kg untuk jenis kating.

Kemudian, Rusli mengungkapkan para pedagang mengambil untung dari tingginya permintaan menyebabkan harga sulit turun.

Baca Juga: Kebijakan Wajib Tanam Importir Belum Efektif Genjot Produksi Bawang Putih

Hal tersebut juga diamini Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar. Ia memprediksi harga bawang putih akan turun hingga Idul Adha. Setelah itu, harga kembali normal.

Hermanto juga menekankan perlunya pengawasan dalam distribusi. Menurutnya, Kemendag berwenang dalam mengatur distribusi tersebut. Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan membantu Kemendag dalam menjamin kelancaran distribusi.

"Saluran distribusi bagaimana membuat lancar dari pasar induk ke retail. Kemudian, ada pemantauan terus-terusan," ujarnya.

138