Home Gaya Hidup Balai Bahasa Jateng Gelar Lokakarya Penulisan Proses Kreatif

Balai Bahasa Jateng Gelar Lokakarya Penulisan Proses Kreatif

Semarang, Gatra.com - Seniman, sastrawan, dan penulis adalah jantung literasi karena mereka membuat karya buku bacaan yang menyehatkan sehingga tanpa mereka, literasi tidak akan ada.

Hal itu dikatakan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Tirto Suwondo, pada “Lokakarya Penyediaan Bahan Ajar Bahasa dan Sastra, Penulisan Proses Kreatif Sastrawan Jawa Tengah” di Hotel Star, Semarang, Sabtu (22/6).

Kegiatan  tersebut diikuti  49 seniman, sastrawan, dan penulis dari berbagai daerah di Jawa Tengah (Jateng). Hasil lokakarya  itu akan diterbitkan menjadi buku.

Menurut Suwondo, literasi telah lama hidup dan akan terus hidup jika ada seniman, sastrawan, dan penulis yang menghasilkan karya buku. “Literasi tidak akan tumbuh mengakar jika hanya dilakukan dengan slogan-slogan, dengan upacara-upacara, dengan menghadirkan sekian pejabat dan foto bersama," katanya. 

Jantung literasi adalah bacaan yang menyehatkan, dan di  situlah, kata Suwondo,  seniman, sastrawan, dan penulis berperan. Mereka yang hadir pada lokakarya memang bukanlah manusia-manusia istimewa, apalagi kaya. Namun, menurutnya, bila dilihat dengan kedalaman mata batin tanpa pretensi, mereka  merupakan manusia-manusia yang sangat istimewa, sangat kaya.

“Untuk itu, mereka perlu diberi ruang yang luas dan lebar untuk melahirkan generasinya, membangun peradabannya, peradaban harmoni masa depan,” ujarnya.

Menurutnya, seniman, sastrawan, dan penulis tidak berposisi lebih rendah dari seorang pengkhotbah di ruang-ruang riligius-formal yang acapkali hanya mengalkulasi pahala dan dosa. “Jika pun dipaksa untuk berkalkulasi, dan jika setiap huruf (kata) dihitung sebagai pahala, betapa besar pahala seorang penyair, cerpenis, lebih-lebih novelis melalui huruf dan kata-katanya,” ujar Suwondo.

Panitia lokakarya, Agus Sudono, mengemukakan, dalam acara itu, setiap  peserta  membuat karya tulis yang akan dikumpulkan menjadi sebuah buku. “Ini merupakan buku seri (kedua) proses kreatif sastrawan Jawa Tengah yang  memuat tulisan 50 sastrawan. Berbeda dari buku pertama  Menepis Sunyi Menyibak Batas  (2018) yang hanya memuat 35 tulisan,” kata dia.

 

407