Home Ekonomi Standup Comedy: Teve Lesu, Live Show Makin Seru

Standup Comedy: Teve Lesu, Live Show Makin Seru

Setelah booming beberapa waktu lalu, industri stand up comedy di televisi mati kutu. Namun kehidupan komika dari pangggung ke panggung malah makin seru.

GATRAreview.com - Irama gitar dipetik Cing Abdel, presenter yang kerap tampil bareng penceramah Mamah Dede, mengiringi Cak Lontong yang menyanyikan beberapa lagu daerah. Pria asal Magetan ini bernyayi mulai dari lagu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat hingga Jawa Tengah. Namun saat diminta menyanyikan lagu Madura, Kalimantan, dan Sulawesi, Cak Lontong masih terus saja menyanyikan lagu Madura.

Kontan Abdel pun protes. “Lho kan orang Madura ada dimana-mana, ada di Kalimantan dan Sulawesi juga,” kata pemilik nama KTP Lies Hartono dengan santai. Penonton pun tertawa.

Itulah sekilas pertunjukan live show stand up comedy sebagai acara selingan sebuah event buka puasa bersama yang diadakan oleh sebuah kantor advokat di bilangan Kuningan, Jakarta, akhir Mei 2019. Setelah Cak Lontong kelar, giliran Mo Sidik salah satu jebolan juri SUCA (Stand Up Comedy Academy) Indosiar mengocok perut penonton. Pemilik nama asli Mohammad Ali Sidik itu dengan tubuh yang gempal sering menjadikan posturnya sebagai bahan untuk mengolok diri sendiri. Dalam teknik stand up comedy hal itu dikenal sebagai roasting.

Seusai acara, Mo Sidik mengaku saat ini para komika atau pelawak tunggal sedang memasuki masa panen pada pertunjukan live show. Menurut mantan penyiar radio di Bandung itu, setelah diperkenalkan pertama kali di tahun 2011, stand up comedy di Indonesia kini trennya kembali ke akarnya. “Trennya adalah kembali ke basic, karena basic stand up comedy itu panggung live, setelah di-boost oleh televisi (SUCA Indosiar dan SUCI KompasTV), sekarang justru kami sedang menikmati hasilnya. Di panggung live, panggung berbayar dan panggung internasional justru kita punya reputasi yang baik, punya daya jual yang tinggi serta punya kualitas stand up comedy yang bagus” ujar pria berbadan subur kepada Dudun Parwanto dari GATRA.

Namun Ernest Prakasa, seorang komika yang terjun ke industri film, memiliki pendapat berbeda. Menurutnya secara trend, stand up comedy terjadi penurunan untuk waktu tertentu. “Ketika muncul tahun 2011, orang menonton stand up comedy, sebagai sesuatu yang baru sehingga digandrungi banyak orang. Namun makin ke sini, orang masih mencintai seninya, tapi ketika ditanya nonton apa, dia tidak akan bilang ‘nonton stand up comedy’, tapi dia bilang komikanya, siapa orang yang dia tonton. Misalnya nonton Pandji, nonton Ernest atau nonton siapa gitu. Jadi telah bergeser menjadi lebih spesifik dari hanya fokus menyaksikan keseniannya beralih kepada siapa seniman atau komikanya,” ujar alumni jurusan Hubungan Internasional Universitas Pajajaran itu kepada Thea dari Gatra. Secara industri, menurut salah satu pelaku industri hiburan komedi di tanah air, Ramon Papana, perkembangan stand up comedy di Indonesia sangat pesat. “Kalau ada yang mengatakan (trend stand up comedy) menurun, itu karena mereka hanya memandang dari sisi diri sendiri, orang tersebut hanya memandang dari jumlah orderan yang masuk ke dirinya, karena sebenarnya komedi ini sudah maju dengan sudah menjadi bisnis dan profesi,” kata pemilik Comedy Café Indonesia ini.

Industri TV Lesu

Berbeda dengan industri stand up comedy live show yang mengalami pertumbuhan, justru industri stand up comedy di pertelevisian pada tahun 2019 ini sedang megap megap. Hal ini diakui Mo Sidik sebagai salah satu juri pada program SUCA yang tayang di Indosiar. Menurutnya industri stand up comedy di televisi saat ini sedang mengalami titik jenuh. Padahal SUCA sejak digelar tahun 2014 silam sudah berjalan hingga season ke 4 dan sudah mendapat tempat di hati penggemar stand up comedy tanah air.

Menurut Mo Sidik, industri stand up comedy penayangannya di televisi sudah selesai, kecuali dibuat perubahan format baru. Namun dia mengakui bahwa kehadiran SUCA selama 4 musim beruntun di Indosiar dan SUCI (Stand Up Comedy Indonesia) di KompasTV selama 7 musim telah mengorbitkan banyak komika termasuk dirinya. “Kita merasa sangat dibantu oleh industri pertelevisian yang telah mnaikkanstand up comedy selama ini sehingga kesenian ini dikenal begitu luas juga para komikanya” ujar komika yang pernah keliling di 13 negara ini.

Pihak Indosiar yang dihubungi secara terpisah menyatakan bahwa tayanganSUCA pada tahun 2019 ini belum ada rencana diproduksi lagi. Produser Indosiar, Fernanda Jacqueline Wenur, ketika dihubungi Reka dari GATRA menyatakan bahwa tahun ini tidak ada persiapan untuk memproduksi SUCA season 5. “Kita belum ada persiapan untuk tim produksi SUCA 5 dan belum membuat jadwal tayangnya,” ujar Fernanda. Namun ia mengaku tidak bisa menjawab alasan tidak diproduksinya program ini.

Hal senada juga diungkapkan pihak Kompas TV selaku penyelenggara SUCI. Sebelumnya tersiar kabar, SUCI 8 sedianya akan mulai audisi bulan Maret 2019, namun diundur sampai waktu yang belum ditentukan karena bersamaan dengan ajang Pilpres dan Pileg, April lalu. Tetapi hingga saat belum ada informasi pelaksanaan audisi yang biasanya sudah mulai digelar di beberapa kota. Bahkan menurut informasi Fia, tim produksi KompasTV kepadaReka dari GATRA , SUCI tahun ini belum dibentuk tim produksi.

Saat ini, menurut Ramon Papana sebenarnya sudah banyak jumlah komika di Indonesia, namun karena stasiun televisi yang menayangkan terbatas (hanyaitu-itu saja) dengan tarif yang sama sehingga mulai terjadi titik kejenuhan. “Oleh karena itu, para komika harus berpikir untuk mengikuti zaman, dimana komedi sedang menuju ke arah industri,” ujar pria yang pernah bersama Eko Patrio memproduksi program dibawah PH Ekomando.

Kemana Komika Berkarya?

Menurut Ernest, seorang komika dapat masuk ke dalam industri stand up comedy karena berhasil lolos dari seleksi alam. “Sekarang kan yang penting bisa gak lo lolos dari seleksi alam. Dengan begitu banyaknya komika dan sedikitnya peluang? Ada banyak yang menjadi faktor, misalnya personal branding, networking, kualitas diri sendiri. Jadi ada bermacam-macam faktor yang bisa menentukan survivenya seorang komika di industriini,” ungkapnya.

Ernest mengatakan meski audisi di televisi sudah tidak ada lagi, masih banyak lahan yang bisa digarap para komika. Menurutnya jika komika dapat bertahandi industri tersebut, ia yakin bisa menjajaki industri lain, seperti film dan sebagainya. Namun ia menekankan, komika yang membintangi sebuah film bisa menjadi daya tarik, tapi tidak bisa menjadi tumpuan daya tarik. “Keberadaan komika di sebuah film, memberikan sebuah warna atau menjamin sedikitnya ada kualitas komedi yang harusnya lebih lucu, karena yang main aja komedian. Tapi bukan berarti film yang dibintangi komika adalah sebuah jaminan number (angka) atau jaminan luck (keberuntungan) atau enggaknya,” lanjut produser dan penulis naskah tersebut.

Komika keturunan Tionghoa ini sering mengajak para komika untuk bermain dalam film yang ia produksi terutama para alumni SUCA Indosiar. “Setelah Cek Toko Sebelah, film saya Susah Sinyal dan Milly & Mamet masih menggunakan para pemain dari komika. Demikian pula dengan film kelima yang berjudul Imperfect yang akan tayang akhir tahun ini, juga masih menggunakan kekuatan komedi dari komika (stand up comedian),” ungkap bapak dua anak ini.

Menurut Mo Sidik hampir semua film sekarang terdapat anak stand up comedy, entah menjadi aktor, writer atau produser. “Bahkan sinetron yang ratingnya sangat tinggi saat ini di Indonesia ditulis oleh seorang stand up comedian. Film box office juga ditulis seorang komedian, Ernest sendiri sebagai produser dan sutradara menjadi langganan film box officeIndustri di sekeliling stand up comedy saat ini lagi mumpuni. Jadi sekarang masa menikmati hasil dari branding industri televisi” ujar laki-laki berdarah Padang ini.

Mo Sidik mengaku industri stand up comedy di teve kurang bergairah. Namun menurutnya efek dari kehadiran stand up comedy di layar kaca hingga sekarang masih terasa. Lesunya geliat komika di dunia televisi memberikan dampak untuk job corporat, karena menurutnya booming stand up comedy di televisi berbanding lurus dengan banyaknya orderan dari perusahaan. Namun meski acara di teve turun, tapi panggung live show masih seru, yakni dengan mengorganize pertunjukan sendiri. “Tahun ini ada 5 pertunjukan stand up comedy yang akan digelar dan yang paling besar yakni Jakarta International Comedy Festival atau JI Comfes yang akan dipentaskan Agustus 2019 di JI Expo kemayoran,” jelas Mo Sidik.

Namun Ramon Papana mengingatkan agar para komika tak hanya menjadi seorang aktor. Agar kesejahteraannya lebih meningkat harus ada pekerjaan lain. Ia pun mengajak para komika untuk berbisnis di industri komedi seperti yang ia lakukan antara lain dengan mendirikan sekolah komedi atau kafe comedy, dimana di tempat tersebut setiap minggu diadakan kegiatan open mic. “Bila kita semua memandang dari segi industri, maka komedi akan berkembang semakin maju. Bisnis komedi berkembang pesat karena sudah menjadi bisnis dan profesi dimulai dari open mic, menulis buku, ataupun membuat film dan sebagainya,” ujar ayah angkat pelawak almarhum Ade Namnung ini.


Dudun Parwanto, Thea dan Ane