Home Kesehatan Kisah Dua Kakek dan Sebuah Telaga 'Hijau' di Gunungkidul

Kisah Dua Kakek dan Sebuah Telaga 'Hijau' di Gunungkidul

Gunungkidul, Gatra.com - Saat cuaca cerah dan suhu udara agak panas, jelang tengah hari, Rabu (26/6), seorang pria berjalan di tanjakan sebuah bukit di Dusun Wuni, Desa Nglindur, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 
 
Wasono, nama pria itu, mengenakan sepatu untuk melindungi kakinya di jalan yang tak beraspal. Di pundaknya ia memikul dua ember kosong. 
 
Wasono berjalan menuju ke sebuah telaga di Desa Nglindur yang berjarak sekitar 300 meter dari rumahnya. Sampai di tepi telaga, Wasono mengisi penuh dua embernya dengan air. 
 
Satu ember menampung sekitar 20 liter air. Dua ember artinya 40 liter. Padahal Wasono sudah tak muda lagi. Tahun ini ia berumur 70 tahun. "Setiap hari saya ambil air di telaga ini dua kali," kata Wasono, kepada Gatra.com, Rabu (26/6). 
 
Air telaga yang berwarna hijau itu Wasono gunakan untuk minum seekor sapinya. Air itu juga dipakai untuk mencuci pakaian dan mengisi bak kamar mandi. 
 
"Bukan untuk mandi, tapi dipakai untuk buang air besar dan kecil di WC. Pakaian jelek juga dicuci pakai air ini," katanya. 
 
 
Untuk mandi, memasak, dan mencuci pakaian bagus, Wasono harus membeli air bersih. Dengan membayar Rp120 ribu, ia didrop 5000 liter air bersih yang bisa memenuhi kebutuhan empat orang di rumahnya selama tiga minggu. "Sejak Mei kemarin beli air bersihnya," ucapnya. 
 
Wasono mengaku sudah bertahun-tahun mengambil air di telaga desa. Air hijau di telaga ini lumayan untuk menghemat pengeluaran biaya air. 
 
Meski sudah renta, ia tampak kuat mengangkat 40 liter air itu. Sambil melangkah pelan kembali ke rumah, Wasono sempat mengumbar senyum ke orang-orang di sekitarnya. "Tidak dibantu anak ambil airnya karena sudah kerja di kota," ujarnya. 
 
Selama musim kemarau ini, ia mengatakan sudah mendapat bantuan air bersih dari pemerintah. Namun air itu sudah habis karena satu tangki dibagi rata dengan tetangganya se-RT. 
 
 
Seorang lansia lainnya, Katiman, 71 tahun, warga Desa Nglindur, juga mengambil air dua kali sehari di telaga itu. "Tidak ada yang bantu karena anak sudah kerja," kata Katiman, lirih. 
 
Ia mengambil 20 liter air di telaga dan ditampung di dua ember. Ia harus bolak-balik sekitar 500 meter dari rumahnya. Selain untuk mencuci pakaian, air itu dipakai untuk minum ternaknya. "Air telaganya masih bagus," ujarnya.
 
Kekurangan air bersih menjadi bencana musiman bagi sebagian warga di Kabupaten Gunungkidul. Dari catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, kekeringan berpotensi dialami 15 kecamatan setiap tahun. 
 
Pada 2019 ini, lima kecamatan sudah dibantu pasokan air bersih, yakni Kecamatan Girisubo, Rongkop, Tepus, Paliyan, dan Panggang. "Sampai sekarang masih lima kecamatan yang melaporkan secara tertulis untuk meminta bantuan droping air bersih," papar Kepala BPBD Gunungkidul Edi Basuki.
1818