Home Kesehatan Kemarau, BKSDA Imbau Warga Waspadai Satwa yang Turun Gunung

Kemarau, BKSDA Imbau Warga Waspadai Satwa yang Turun Gunung

Banyumas, Gatra.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah meminta  masyarakat agar mewaspadai kemungkinan satwa liar turun gunung. Satwa yang masuk ke permukiman berpotensi memunculkan risiko konflik dengan manusia.

Koordinator Polisi Hutan BKSDA Wilayah Resor Cilacap, Endi Suryo Heksianto mengatakan, potensi satwa turun gunung pada kemarau memang tinggi. Penyebabnya adalah menipisnya bahan makanan dan air minum di dalam hutan.

Menurut dia, salah satu penyebab minimnya sumber makanan adalah ketiadaan predator alami. Akibatnya, populasi herbivora, seperti celeng atau babi hutan sangat besar. Kompetisi makanan memaksa sebagian satwa masuk ke kawasan warga.

“Predator alaminya itu kan macan tutul, macan kumbang, kalau ini jumlahnya tidak mencukupi maka populasinya akan sangat banyak. Akhirnya banyak yang turun gunung,” katanya, kepada Gatra.com, Rabu (3/7) petang .

Satwa liar itu kemudian menyerang tanaman warga. Makanya, lazim terjadi tanaman pangan warga yang berdekatan dengan kawasan hutan rusak akibat serangan celeng. “Karena makanan utamanya itu kan umbi-umbian. Apa yang ditanam warga ya rusak dimakan satwa,” ujarnya.

Menurut dia, pada umumnya satwa akan lari begitu bertemu  manusia. Namun, dalam beberapa kasus, perjumpaan manusia dan hewan liar justru memicu konflik. Salah satunya, seperti yang terjadi di Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, yang berimpitan dengan hutan lindung Gunung Slamet.

Di Desa Windujaya dan Desa Melung, empat orang diserang celeng, Selasa (2/7). Satu korban meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit.

Soal celeng yang agresif ini, Endi menduga bahwa celeng tersebut adalah invidu yang tersingkir dari koloninya. Dia bilang, tiap koloni atau kawanan celeng hanya memiliki satu pejantan alfa atau pejantan utama. Pejantan yang kalah berkompetisi memperebutkan kelompok akan menyingkir.

“Mungkin ini yang menyebabkan celeng tersebut sangat agresif,” ucapnya. Kemungkinan lain, menurut dia, celeng tersebut  terluka akibat perburuan. Hewan yang terluka, di beberapa kasus, justru akan lebih agresif.

Untuk mengantisipasi konflik langsung dengan satwa, Endi menyarankan  petani yang berdekatan dengan kawasan hutan agar menyiapkan alat-alat yang menciptakan bunyi. Ada baiknya pula, di sebuah kawasan perkebunan, petani memelihara anjing penjaga. “Itu akan mengusir satwa dan lebih aman,” tandasnya.

Meskipun demikian, Endi mengimbau  warga agar tak lantas memburu hewan-hewan yang turun gunung. Terlebih, hutan lindung Gunung Slamet merupakan habitat sejumlah hewan dilindungi, misalnya owa jawa, lutung, kijang, trenggiling dan beberapa hewan lainnya.

“Kalau ada satwa turun gunung lebih baik melaporkan kepada BKSDA atau yang berwenang. Itu kan kawasan Perhutani. Bisa dilaporkan juga,”  katanya. 

1078