Home Gaya Hidup Sumur Tinggalan Belanda di Kota Lama yang Tak Pernah Kering

Sumur Tinggalan Belanda di Kota Lama yang Tak Pernah Kering

Semarang, Gatra.com - Ada satu situs bersejarah yang lepas dari perhatian pengunjung atau wisatawan saat ada di Kota Lama Semarang. Sebuah sumur tua, buatan Belanda saat pertama membuka kawasan yang kerap dijuluki 'Little Netherland' itu.

Sumur tua itu punya arti sejarah bagi kota Semarang, terutama saat wabah penyakit kolera dan malaria menyerang warga dan bala tentara VOC, saat kawasan masih berupa rawa-rawa.

Pegiat sejarah Kota Semarang, Rukardi Achmadi, mengatakan, saat Belanda membuka kawasan Kota Lama pada  1708, kebutuhan air bersih belum tercukupi secara maksimal.

"Warga pribumi lalu mengonsumsi sumber air dangkal yang ada di sekitar Kota Lama. Karena kurang higienis,  banyak yang terkena kolera," kata Rukardi, Jumat (19/7).

Tak hanya kolera, sumber air rawa yang menjadi endemi nyamuk anopheles juga menjangkiti warga dengan wabah malaria. "Warga pribumi terkena malaria dan kolera, menular ke komplek Kota Lama. Banyak tentara VOC dan warga meninggal," ujarnya.

Bahkan dalam catatan sejarah yang dia sebutkan, adanya kejadian luar biasa. Pada saat itu, hampir setiap hari  ada 200-300 orang yang meninggal dunia akibat malaria dan kolera.

Maka, kata Rukardi, Gubernur Hindia Belanda saat itu, Cornelius Speelman, memutuskan untuk membuat sumber air higienis berupa sumur artetis untuk kebutuhan publik. "Lalu diputuskan untuk membuat sumber air higienis, membuat sumur bor artetis, dibangun pada  1841," kata Rukardi.

Adanya sumur itu, warga dan penduduk Kota Lama akhirnya mendapat air bersih. Berangsur-angsur wabah malaria dan kolera pun akhirnya bisa diatasi.

Keberadaan sumur tua itu saat ini masih ada jejak sejarahnya. Bahkan menjadi sumber utama bagi warga Kota Lama dalam pemenuhan air bersih. Terutama pada saat musim kemarau saat ini, warga benar-benar menggantungkan air dari sumur itu.

"Dari penduduk lokal, pedagang sekitar, pedagang Pasar Johar, sampai kebutuhan air pemadam kebakaran juga ambil di situ," katanya.

Pantauan Gatra.com, sumur tua itu ada di bagian timur Taman Srigunting, letaknya berimpitan  antara pagar pembatas dan gedung yang tak berpenghuni.

Bentuknya hanya sebuah cungkub cor semen, dengan mulut sumur yang lebarnya sekitar satu meter.  Airnya jernih dan melimpah dengan aneka selang penyedot air yang dimanfaatkan warga dan pemilik gedung di Kota Lama.

Banyak orang menyambangi sumur tua itu, di antaranya Agus Mulyono (35). Dia mengaku setiap hari mengambil air dari sumur tua. Mengunakan gerobak untuk mengangkut air dengan kaleng-kaleng bekas. "Airnya dijual ke warga dan warung, bawa 12 kaleng pergerobak. Satu kaleng isi 25 liter," kata Agus.

Agus mengakui, air sumur tua itu tidak pernah habis meski diambil banyak orang. Banyak pedagang air seperti dirinya  yang juga mengambil air setiap saat di situ. "Ambil di sini gratis, tidak usah izin, boleh dipakai bersih-bersih atau dijual. Kalau warga air PDAM mati juga ambil sini," katanya.

Dia juga mengakui, kualitas air sumur  itu tak pernah  berkurang sepanjang zaman. Meksi di atasnya ada sebuah selokan yang cukup lebat. Warna dan rasa air tak pernah berubah. "Ada selokan, depan juga ada dua toilet, tapi tak berpengaruh pada air. Tidak kotor, tidak asin, tidak bau," tutur Agus.

Warga lainnya, Teguh (22) juga setiap hari mengambil air di sumur tua tersebut. Air itu dia gunakan untuk membuat es dan air bersih cuci perabotan warung makannya. Teguh mengambil air menggunakan botol bekas air mineral.

"Buat cuci piring sama buat es. Di sini air bersih tak ada bahan penjernihnya, jadi aman dan jaminan bersih," katanya.  

1354