Home Internasional Gencatan Senjata Kurangi Iklim Ketegangan di Suriah

Gencatan Senjata Kurangi Iklim Ketegangan di Suriah

Beirut, Gatra.com - Gencatan senjata yang dilakukan pada hari Jumat (2/8) di Barat Laut Suriah telah berhasil mengurangi eskalasi kekerasan di kubu pemberontak. Sebelumnya serangan militer yang terjadi selama tiga bulan terakhir telah merenggut nyawa ratusan orang. 

Dilansir Reuters, meskipun masih terdapat kontak senjata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang bermarkas di Inggris mengatakan pemerintah Suriah dan pesawat tempur Rusia tidak lagi melakukan serangan udara kepada pemberontak. 

Media pemerintah Suriah melaporkan bahwa gencatan senjata dimulai pada Kamis (1/8) malam sejak gerilyawan memenuhi kesepakatan Rusia-Turki. Sejak tahun lalu kedua negara tersebut berusaha untuk menciptakan zona penyangga yang didemiliterisasi.

Oposisi yang didukung Turki diketahui mengambil bagian dalam perundingan Suriah yang diadakan Kazakhstan. Dari hasil perundingan disepakati adanya gencatan senjata sekaligus jaminan keamanan bagi warga sipil. 

Meskipun faksi-faksi pemberontak yang didukung Turki juga beroperasi di provinsi Idlib di Barat Laut, kekuatan dominan di kawasan tersebut adalah aliansi jihad Tahrir al-Sham, yang sebelumnya bagian dari Front Nusra.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Hami Aksoy mengatakan pihaknya turut mengikuti situasi di Suriah setelah adanya laporan gencatan senjata. 

"Dalam setiap pembicaraan yang kami lakukan dengan Rusia, kami memberi tahu mereka bahwa rezim (Suriah) perlu menghentikan serangannya," ujarnya. 

Sebelumnya serangkaian perjanjian gencatan senjata telah gagal untuk sepenuhnya mengakhiri pertempuran Idlib. Artinya upaya Rusia-Turki belum berhasil menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama.delapan tahunan itu. 

Kantor berita pemerintah Suriah, SANA mengatakan gerilyawan telah menembakkan rudal yang menghantam sebuah desa di wilayah pemerintah. Serangan tersebut menewaskan satu orang dan melukai tiga warga sipil lainnya pada Jumat.

Pertempuran terakhir tersebut juga menimbulkan korban yang besar baik dari sisi pemberontak maupun pejuang pemerintah. Kelompok pemantau perang Observatory mengatakan masing-masing pihak telah kehilangan sekitar 1.000 pasukan. 

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan akan menyelidiki serangan terhadap fasilitas yang didukung oleh AS dan situs-situs kemanusiaan lainnya. Hal itu setelah adanya dorongan penyelidikan dari dua pertiga Dewan Keamanan PBB. 

Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Jerman, Belgia, Peru, Polandia, Kuwait, Republik Dominika, dan Indonesia telah menyampaikan permohonan diplomatik atas kurangnya penyelidikan terhadap 14 lokasi di Suriah tersebut. 

94