Home Ekonomi Tentara Meretas Mimpi Warga Ladang Peris

Tentara Meretas Mimpi Warga Ladang Peris

Jambi, Gatra.com – Terik matahari yang menyengat siang itu membuat keringat mengucur deras di wajah Saefudin dan 10 orang rekannya. Sambil menyeka keringat dengan kaos oblong lusuh pria berusia 40 tahun itu tetap bersemangat mengecat jembatan berukuran 5 x5 meter itu.

"Jembatan dari kayu ini dicat warna hitam bercampur putih supaya terlihat lebih menarik," ujar Saefudin kepada Gatra.com, belum lama ini. Saefudin adalah warga Desa Ladang Peris, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Saefudin dan 3.000 warga lain telah mengidam-idamkan jembatan itu sejak 14 tahun silam. Mereka hanya menggantungkan hidup dengan bertani karet dan sawit. Mereka butuh akses jalan untuk membawa hasil kebun.

Jembatan itu adalah jawabannya. Menjadi penghubung jalan yang baru dibangun sepanjang 3 kilometer dan lebar 12 meter. Warga lainnya terlihat mengayun cangkul dan sekop meratakan tanah di jalan baru itu, dibantu dengan alat berat yang dioperasikan personel berseragam loreng. Sesekali gurauan serta celotehan membuat gelak tawa yang seolah dapat mengikis rasa lelah mereka.

Sebelum jalan tersebut dibuka, jalan itu masih lahan warga. Saefudin bercerita jalan itu masih berupa jalan setapak, selebar setengah meter, yang hanya bisa dilewati sepeda motor.

"Itu pun dibuka sendiri oleh masing-masing mereka untuk mengeluarkan hasil buminya," kata Saefudin.

Dengan jalan setapak itu, mereka harus memutar jalan dan memakan waktu satu jam menuju jalan utama. Satu jam karena jalannya sepanjang 7 kilometer dengan kondisi berlubang dan penuh kerikil.

Saefudin biasanya membayar upah ojek untuk membawa hasil panen karetnya ke jalan utama Rp500 per kilo meskipun harga karet tak menentu. "Satu kali angkut upahnya Rp500 per kilo, sedangkan harga karet tak menentu terkadang Rp8.000 atau Rp8.500, Itu jelas menambah beban hidup kami," kata ayah satu anak ini.

Hingga akhirnya Saefudin kini bisa tersenyum. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Batanghari mengalokasikan sebagian dananya melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-105 Kodim 0415 Batanghari dengan membuka jalan utama. Meskipun jalan itu hanya jalan tanah bercampur pasir, bukan jalan aspal maupun beton namun diyakini berguna dalam melancarkan perekonomian warga setempat.

Warga dengan sukarela menghibahkan lahan mereka. Salah satunya adalah Anjarwaro. Pria berusia 36 tahun itu menghibahkan tanahnya seluas 4 hektar melalui pemerintah setempat.

“Sejak kecil saya telah mengimpikan jalur alternatif. Saya ikhlas menghibahkannya untuk kemajuan desa. Tidak ada biaya ganti rugi serupiah pun," ujar Anjarwaro.

Alasan kedua Anjarwaro menghibahkan tanahnya secara gratis agar kebun karetnya terbebas dari banjir. Dulu, ketika musim hujan tiba para petani tak bisa menyadap karet dan memanen sawit.

"Kedalamannya setinggi pinggang orang dewasa. Sampai kami patungan Rp200 ribu sampai Rp500 ribu membersihkan ranting kayu dan membuat tanggul meninggikan tanah dengan menyewa alat berat supaya tak terendam," kata Anjawaro bercerita.

Tahun 2016 lalu, Anjarwaro dan warga lainnya merugi sampai puluhan juta. Kebun mereka seluas 15 hektar terendam banjir hingga setinggi pinggang orang dewasa. Alhasil mereka harus menyewa alat berat untuk membebaskan banjir.

Biaya sewa dibayar tergantung dari lahan yang terkena banjir. Sejak belasan tahun menetap sebagai petani, mereka cuma mampu dua kali menyewa alat berat, saking mahalnya ongkos sewa alat berat. Itu pun hanya sesaat. Kalau curah hujan tinggi bakal banjir dan longsor lagi.

Dalam kondisi begitu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mayoritas warga menebangi pohon-pohon karet yang layu akibat terendam dijual ke masyarakat setempat sebagai kayu bakar bahkan dijual sampai ke daerah Bayung Lencir, Sumatra Selatan.

Warga benar-benar trauma dengan ancaman banjir. Saefudin yang merangkap sebagai Ketua RT 13 benar-benar kewalahan. Warga berbondong-bondong mendatanginya hendak menghibahkan lahan secara gratis. Dari enam warga, akhirnya hanya lima warga yang disetujui Saefudin untuk menghibahkan tanahnya.

"Hampir dua minggu kita menimbun area rawan banjir itu, ketinggiannya 1 sampai 2 meter dengan panjang saluran mencapai 300 meter untuk memastikan aman dari banjir," ujar Komandan Koramil Muara Bulian, Kapten Inf Rilman kepada Gatra.com, belum lama ini.

Setelah kegiatan TMMD itu selesai, Anjarworo dan Saefudin serta warga lainnya tak lagi cemas masalah banjir maupun melansir jauh membawa hasil perkebunan karena jalan dibuka ini sudah jalan utama. "Kami tinggal meletakkan hasil perkebunan untuk diangkut pembeli menggunakan mobil truk," kata Anjarwaro.

Kepala Desa Ladang Peris, Sujarno, mengatakan selain pembangunan infrastruktur itu khususnya jalan membuka sentra perekonomian yang baru, juga memudahkan akses masyarakat sekaligus dapat menghubungkan kampung dengan kampung sekaligus antar provinsi.

Termasuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan ke kantor pemerintahan. Dia berharap masyarakat juga memperhatikan jalan yang sudah dibangun tetap dapat dipelihara dengan baik. "Selama ini menuju ke kantor pemerintahan letaknya mencapai 7 kilometer, sekarang dapat ditempuh 3,5 kilometer," ujar Sujarno.

Meski pelaksanaan TMMD dimulai pada 10 Juli sampai 8 Agustus 2019. Namun, Komandan Kodim 0415/Batanghari Letkol Inf Widi Rahman lebih dulu memerintahkan personelnya untuk turun ke lapangan menggelar Pra-TMMD yang berlangsung selama 17 hari terhitung 24 Juni hingga 09 Juli 2019.

"Kami khawatir adanya kendala tak terduga seperti cuaca hujan. Ini juga bertujuan supaya pengerjaan berjalan maksimal, dan hasilnya diharapkan langsung dimanfaatkan masyarakat," kata Widi.

Menurut Widi, selain program TMMD sebagai akselerasi pembangunan daerah yang tergolong terisolir, juga membangun kedekatan TNI dan masyarakat di wilayah itu. Bersama TMMD membangun meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain membuka jalan alternatif, sasar fisik lainnya membangun dua jembatan kayu, memasang enam gorong-gorong, merehab 34 rumah warga tak layak huni, memperbaiki sekolah PAUD, menata tanaman kembang warga, dan membangun lapangan untuk olahraga.

Kini, warga meyakini pembangunan itu mampu meningkatkan pendapatan kampung seluas 6.400 hektar itu, dari harga karet dan sawit yang lesu. “Kini mimpi kami untuk menjual hasil bumi dengan lebih mudah telah terwujud berkat bantuan TMMD,” ujar Saefudin.

579