Home Ekonomi Petani Kopi Harus Berkoperasi Untuk Tingkatkan Pendapatan

Petani Kopi Harus Berkoperasi Untuk Tingkatkan Pendapatan

Jakarta, Gatra.com – Pendiri Koperasi Mitra Malabar, Dhanny Rhismayaddi mengatakan bahwa, para petani kopi harus bergabung dengan koperasi, untuk meningkatkan pendapatan atau taraf hidupnya. Karena selama ini, meskipun tren bisnis kopi Indonesia semakin meningkat, namun taraf hidup para petani kopi tetap berada di level yang rendah, atau dapat dikatakan masih dalam kemiskinan.

“Mayoritas petani kopi masih miskin, karena tidak berkoperasi. Saat ini yang tidak berkoperasi itu ada sekitar 95 persen. Sedangkan sisanya yang berhasil ini, mereka adalah anggota koperasi kopi,” ujar Dhanny saat ditemui di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (12/8).

Pendapatan petani kopi yang selalu rendah itu, menurut Dhanny tidak lepas dari adanya tengkulak, yang selama ini memainkan harga di distributor. Sehingga menyebabkan harga kopi yang dijualnya lebih tinggi, ketimbang harga saat membeli langsung dari petani kopi.

Dhanny mencontohkan, saat ini saja, harga biji kopi matang (cherry) di tingkat petani dijual dengan kisaran harga Rp 7.500 – Rp 10.500 per kilogramnya, baik itu cherry merah atau cherry kuning. Namun, saat biji kopi itu dijual oleh tengkulak, harganya dapat mencapai Rp 10.500 – 12.000 per kilogram.

“Untuk green bean di kisaran 70.000 - 150.000/ kg, itu arabika. Di tingkat petani yang sudah punya prosesi. Tapi saat ini petani masih banyak yang jual cherry, (red cherry dan cherry kuning). Sekarang rangenya di 7.500 - 10.500/kg. Biasanya di 10.500 – 12.000/kg. Karena peran tengkulak,” jelas dia.

Namun, saat petani kopi bergabung dengan koperasi, maka harga dari para petani itu akan dihimpun oleh koperasi. Sehingga, keuntungan yang didapat, bisa langsung dibagikan pada para petani dalam bentuk Simpanan Hasil Usaha (SHU) atau dapat diberikan dalam bentuk alat-alat pertaian.

1083