Home Ekonomi Pemerintah Harus Kritis Menandatangani Perjanjian Dagang

Pemerintah Harus Kritis Menandatangani Perjanjian Dagang

 

Jakarta, Gatra.com - Koalisi masyarakat sipil untuk keadilan ekonomi mengadakan aksi penolakan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di depan gedung sekretariat ASEAN pada Jumat (23/8) pagi. RCEP ini dianggap hanya memberikan kebebasan kepada investor asing dan mengikis pengaruh kedaulatan Indonesia, serta merampas hak rakyat.

"Apa yang kita lakukan hari ini adalah menolak perjanjian RCEP. Kami melakukan penolakan dikarenakan ada indikasi bahwa aturan di RCEP akan kembali merampas hak rakyat," ucap koordinator koalisi dan Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti. 

Rachmi mengatakan, RCEP telah merampas hak rakyat. Belajar dari perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA), seluruh kesepakatan mengandung aturan yang memfasilitasi investasi. Oleh karena itu, koalisi ini melarang Pemerintah Indonesia sebagai anggotanya untuk membuat undang-undang yang inkonsisten dengan FTA tersebut. 

"Buktinya adalah beberapa kali Indonesia sudah digugat di WTO [World Trade Organization] terkait impor, dengan Amerika Serikat dan Selandia Baru. Dengan kalah digugatan, kembali lagi, siapa yang benar-benar dirugikan? Tentu petani, peternak lokal, dan sebagainya," kata Rachmi.

Dengan demikian, belajar dari FTA sebelumnya Rachmi mengimbau Pemerintah Indonesia tidak mencantumkan beberapa prinsip yang umumnya ada di FTA ke dalam RCEP, yaitu mekanisme Investor-State Dispute Settlement (ISDS), sebuah mekanisme yang membolehkan investor menggugat negara. Kemudian yang kedua mengenai aturan perlindungan paten, seputar perlindungan paten benih dan paten obat.

"Yang ketiga adalah soal impor. Kita punya komoditas unggulan apa, jangan sampai ditukar dengan komoditas yang sesungguhnya bisa produksi sendiri. Perpres TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tidak akan konsisten dijalankan selama pembukaan pasar impor tidak dibatasi,"ujarnya.

224