Home Ekonomi Pasokan Bibit Ayam Berlebih, Pemerintah Kaji Kuota Impor GPS

Pasokan Bibit Ayam Berlebih, Pemerintah Kaji Kuota Impor GPS

Jakarta, Gatra.com - Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Kementerian Pertanian, Sugiono mengungkapkan pihaknya masih mengkaji kuota impor bibit nenek ayam (Grand Parent Stock/GPS).

Pihaknya masih mempertimbangkan berbagai masukan dari pelaku perunggasan dalam rapat di kantornya, Jakarta, Senin (26/8). "Belum ada keputusan. Akan berlanjut (proses penentuan kuota). Masih dihitung," ujarnya.

Terkait kuota impor yang ditetapkan sebekumnya sebesar 787.070 ekor pada 2019, Sugiono mengaku masih mempertimbangkan kelayakan rencana perubahan kuota.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami mengaku pihaknya mengusulkan agar kuota impor bibit ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC) GPS dikurangi.

"Ya kalau peternakjangan lebih dari 720 ribu supaya nanti tetep harus tumbuh. Kalau enggak tumbuh bagaimana, tapi jangan (impor) terlalu banyak sekali," ujarnya. Lanjut Achmad, realisasi impor yang sudah masuk sebesar 450 ribu ton.

Achmad menjelaskan, produksi ayam umur sehari Indonesia saat ini sebesar 58-60 juta per pekan dan terjadi potensi kelebihan sebesar 3 juta ekor per pekan.

Bibit nenek ayam yang diimpor akan menjadi bahan baku induk bibit ayam (Parent Stock/PS). Kemudian, induk bibit ayam akan menghasilkan bibit ayam yang siap dijual kepada para peternak ayam petelur maupun pedaging. Sampai saat ini, pemerintah belum membuka kuota impor untuk untuk induk bibit ayam dan final stock.

"Bibit nenek ayam nanti baru 7-8 bulan jadi parent stock. Parent stock 7-8 bulan lagi jadi final stock. Final stock dibiarkan 1,5 bulan lagi baru jadi (produksi)," terangnya. Sambungnya, butuh waktu 18-24 bulan untuk menghasilkan FS yang dapat dipanen daging dan telurnya.

Achmad mengungkapkan ada 14 perusahaan yang mengajukan impor bibit nenek ayam, 3 di antaranya merupakan perusahaan baru. Salah satu perusahaan yang mendapat kuota adalah perusahaan badan usaha mikik negara (BUMN), PT Berdikari (Persero).

"Pemerintah juga pusing siapa yang dikasih. Kalau semua dikasih, permintaannya terlalu banyak. Terjadi pertarungan yang luar biasa juga," ungkapnya.

 

 

503