Home Ekonomi Kebijakan HET Mencekik Perusahaan Penggilingan Padi

Kebijakan HET Mencekik Perusahaan Penggilingan Padi

Jakarta, Gatra.com - Pendiri House of Rice, M Husein Sawit menilai, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditetapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 57 tahun 2017 memberatkan perusahaan penggilingan padi.
 
"Insentif pelaku usaha berkurang signifikan atau hilang. Banyak perusahaan penggilingan (PP) padi tutup usaha," ujarnya dalam acara "Food Security Forum" di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Rabu (28/8).
 
Mengutip data dari Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), sebanyak 40%-70% PP gulung tikar akibat kebijakan tersebut. Sedangkan, kapasitas terlantar (idle capacity) rata-rata sebesar 64%.
 
"Penerapan HET dan satgas pangan berhasil membuat harga beras sangat stabil. Kalau flat (datar) apakah ada insentif pekaku usaha melakukan penyimpanan," tutur Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) tersebut.
 
Husein beranggapan, HET beras dan HET gabah kering giling (GKG) terlalu sempit, sehingga resiko perdagangan beras lebih tinggi dan pedagang tak berminat melakukan penyimpanan.
 
"Sebenarnya pemerintah tidak perlu menggunakan instrumen. Pakai market mechanism [mekanisme pasar] saja. Jika harga naik, bulog intervensi melalui operasi pasar," tuturnya.
 
Sekretaris Jenderal Perpadi, Burhanuddin meminta pemerintah untuk mengevaluasi HET beras yang berlaku saat ini. "HET harusnya mengikuti harga gabah. Janji pemerintah harusnya dievaluasi tiap empat bulan sekali," katanya.
 
Burhanuddin menuturkan, kapasitas penggilingan saat ini melebihi ketersediaan gabah, terutama saat musim kemarau.
 
"Kapasitas dengan bahan baku tidak memadai. Jadinya apa? Rebutan gabah jadinya. Implikasinya harga gabah naik," ujarnya.
 
Kemudian, Ia berharap, setidaknya selisih antara harga gabah dengan HET beras minimal 50%. "[Sekarang] Bukannya marginnya [selisihnya] tipis, tetapi nggak ada," selorohnya.
 
Burhanuddin berujar, PP kecil mengalami kesulitan dalam membeli gabah, sehingga memilih untuk tidak beroperasi. 
 
"Penggiling lebih memilih berhenti daripada bekerja. Penggiling kecil hanya mampu menggiling beras medium yang HET-nya lebih kecil dari beras premium," ucap Sekjend Perpadi.
 
433