Home Politik Pengamat: Regulasi Siber Diperlukan di Era IoT

Pengamat: Regulasi Siber Diperlukan di Era IoT

Jakarta, Gatra.com - Pengamat siber nasional Teddy A. Purwadi mengatakan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber) sebaiknya menjadi pemicu perkembangan protokol internet di tanah air. Ia menyebutkan kehadiran RUU tersebut mesti dipandang optimis khususnya dalam mengatur sektor internet di tanah air.

“RUU itu baik karena salah satu pilar lahirnya siber itu dari Dominion Route Zones. Jadi siber itu sebetulnya transformasi internet, konvergensi dari berbagai protokol. Internet itu sendiri, protokol telekomunikasi, protokol media dan protokol konten “blend” jadi satu jadilah ilmu siber,” ungkap Teddy yang juga menjabat sebagai Dewan Eksekutif Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) itu.

Dirinya mengatakan sejauh ini Indonesia belum memiliki payung hukum tersendiri yang mengatur ruang siber sehingga semangat perampungan Undang-Undang semestinya didorong dan digaungkan. Teddy menyebut pengaturan ruang siber di Indonesia masih cenderung “abu-abu” berbeda dengan beberapa negara lain yang sudah lebih dulu memiliki paket regulasi terkait.

“Undang-Undang Indonesia belum ada nomenklatur siber yang levelnya judul [baca: Undang-Undang induk]. Kalau selama ini nomenklatur siber itu adanya di penjelasan Undang-Undang Intelijen. Kalau ada yang ngomong di FGD, seminar, desk itu yang paling dekat mengatur adalah penjelasan dari Undang-Undang Intelijen yang sifatnya tertutup,” ujar Teddy ketika dikonfirmasi Gatra.com.

Padahal menurutnya nomenklatur siber di Undang-Undang tidak melulu berkaitan dengan fungsi intelijen tetapi juga fungsi sosial, bisnis dan masyarakat. Ia menyebutkan pembentukan Undang-Undang terkait keamanan dan ketahanan siber selaras dengan perkembangan zaman dan iklim digital.

“Padahal maksudnya bagaimana perubahan transformasi internet, dunia maya dan dunia nyata itu berjalan paralel. Dunia maya ini kadang-kadang nomenklaturnya tersendiri, harus diadopsi menjadi nomenklatur dunia nyata jadi paralel,” katanya.

Ketika nomenklatur terdefinisikan secara jelas maka ketahanan siber menurutnya akan terwujud. “Setelah ada Undang-Undangnya baru kita bicara kedaulatan siber itu, apakah akan membahas cyber warfare, cyber nomics, cyber health, cyber education, paralel gitu. Jadi siber itu sebetulnya medium. Jadi siber itu global tidak ada tempatnya, tidak ada wadahnya”.

Teddy menyebutkan dengan adanya perundangan itu akan semakin menguatkan peran dari lembaga Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) yang selama ini bekerja hanya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres). Sandi dan Siber menurutnya tidak bisa terpisahkan karena kecanggihan medium siber juga memerlukan teknik pengkodean dan enkripsi yang tinggi.

“Seharusnya (Undang-Undang) memperkuat karena ruangnya lebih lebar, tantangannya lebih luas, parameternya lebih terbuka, dimana yang harusnya tertutup menjadi rahasia negara tetap menjadi bagian kompetensi bagian sandi. Jadi kesandiannya untuk keperluan negara. Untuk keperluan publik pelebarannya itu yang terbuka,” ucapnya.

Teddy mengatakan di era Internet of Things (IoT) dan Cyber Physical System (CPS) kehadiran Undang-Undang yang mengatur ruang siber akan menjadi sangat penting. Pengaturan tersebut sekaligus akan memberikan pedoman bagi pengelola domain internet di Indonesia agar lebih memperhatikan faktor safety dan keamanan publik. 

“Pasti dengan lahirnya Undang-Undang ini, pedoman, arahan ataupun SOP akan lebih jelas bagaimana siber tanpa enkripsi itu sama dengan internet tidak aman. Siber dengan enkripsi itu internet yang aman. Terkait dengan pembuatan website bagian dari siber-siber itu diberikan penerangan-penerangan bagaimana mengamankan [domain] itu penting,” pungkasnya. 

132