Home Ekonomi Tiga Aset Pemprov Sumsel Ini Bermasalah

Tiga Aset Pemprov Sumsel Ini Bermasalah

 

Palembang, Gatra.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel akhirnya melibatkan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) sebagai pengacara negara dalam menyelesaikan tiga aset yang masih bermasalah hingga saat ini.

Hal ini terungkap dalam rapat kordinasi (rakor) yang membahas ketiga aset tersebut bersama dengan pihak Kejati dan unsur pengelolannya yang dipimpin Sekda Sumsel, Nasrun Umar di Pemprov Sumsel, Senin (9/). Ketiga aset Pemprov yang bermasalah yakni, perjanjian Bangun Guna Serah Pembangunan Kawasan Pasar Modern (BGSPKPM) Pasar Cinde, antara pemerintah provinsi Sumsel dengan PT. Magna Beatum, lalu aset Pemprov membangun museum Islam dan hotel syariah di komplek Asrama Haji Palembang dan aset Pemprov berupa lapangan golf kenten Palembang.

Untuk aset lapangan golf kenten Palembang, Kepala Biro Hukum Pemprov Sumsel, Ardani mengatakan luasan lapangan golf Kenten Palembang mencapai 80 hektar dan setengahnya merupakan milik Pemprov Sumsel. Sementara 40 hektar lagi, yang diakui milik Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang namun kalah dan sudah memiliki hukum tetap dengan kepemilikan yang diakui yakni pihak PT. Pertamina. Saat ini, aset 40 ha milik Pemprov masih bermasalah dengan PT. Pertamina.

“Pemprov Sumsel sudah ada penandatangan kerjasama dengan Kejati terutama kesepakatan bersama terkait penanganan hukum, baik perdata dan tata usaha negara, yang ditandatangi pada akhir Agustus lalu. Rakor ini menjadi bagian realisasi MoU tersebut,”katanya

Untuk aset asrama haji Palembang masih bermasalah pada lahannya dengan pihak Artileri Pertahanan Udara (Arhanud). Pihak Arhanut keberatan atas dilanjutkannya pembangunan hotel Syariah karena berada di lahannya. Kadis Lingkungan Hidup (LH) dan Pertanahan, Sumsel Edward  Candra menyatakan perbedaan pendapat terhadap lokasi dan lahan asrama haji dengan pihak TNI AU sudah berlangsung sejak 1991.

Menanggapi permasalahan ini, Ketua Tim Kejati, Ramliansyah yang juga bertindak jaksa pengacara negara menyatakan meminta semua berkas dan bukti atas penguasaan aset-aset tersebut sehingga akan lebih memudahkan dalam pelaksanaan kerja pembuktian hukumnya.

 

“Kami butuh berkas -berkasnya itu agar bisa mengetahui lebih banyak dasar-dasar hukumnya,” ujar ia.

 

1633