Home Ekonomi Pengusaha: Pasar Tekstil Dalam Negeri Terkikis Produk Impor

Pengusaha: Pasar Tekstil Dalam Negeri Terkikis Produk Impor

Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia, Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan pasar tekstil dalam negeri tergerus oleh produk impor. 
 
Redma menuding Peraturan Menteri Perdagangan No.64 Tahun 2017 sebagai penyebab membengkaknya importasi tekstil.  Kemudian, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina semakin memperparah kondisi tersebut.
 
"Kuartal I (pertumbuhan industri tekstil) naik 1-2 persen. kuartal II mulai turun, semester 1 sih masih imbang. Semester dua ini yang turun lagi," ungkapnya dalam acara Diskusi Industri Tekstil PAS FM, Rabu (11/9).
 
Redma memprediksi pertumbuhan akhir tahun ini akan minus 3-4 persen. "Kita tanya beberapa anggota suasana pasca lebaran susah naik. Kita kroscek juga ke bahan baku. Itu juga turun. Jadi artinya dari sisi produksi pasti minus," terangnya.
 
Sambungnya, penurunan produksi para anggotanya sekitar 100.000 ton per tahun. Ia menambahkan sebanyak empat perusahaan anggotanya menutup setidaknya satu lini produksinya. 
 
"Kita minta impor di stop sampai pemerintah bisa atasi itu," tegasnya.
 
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G Ismy mengungkapkan pangsa pasar tekstil produksi dalam negeri saat ini hanya 49 persen. Padahal, sebelumnya dapat mencapai 84 persen.
 
"Konsumsi (tekstil) masyarakat kita tumbuh 4-5%. Ternyata konsumsi tak pernah dinikmati industri dalam negeri. Bahkan, impor memgambil alih pasar lokal," keluhnya.
 
Ernovian mencatat defisit perdagangan kain semakin lebar dari USD1,84 miliar pada tahun 2010  menjadi USD4,2 miliar pada tahun 2018.
 
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Sutrisno menyarankan pemberian bea masuk tekstil meningkat besarannya mulai dari hulu ke hilir, bukan menurun dari hilir ke hulu seperti sekarang.
 
Benny mengungkapkan pelaku industri pernah mengusulkan bea masuk garmen 25%, kain 15%, benang 10%, dan serat 5% kepada pemerintah. Selain itu, Ia menyarankan adanya pemangkasan regulasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
 
"Regulasinya (Industri Tekstil dan Produk Turunannya) terlalu banyak. Nanti multi tafsir regulasi, ada conflicting (pertentangan) regulasi, dan regulasi yang redundant (berulang), sudah banyak regulasinya (pusat dan daerah)," jelasnya.
391