Home Politik Hasto: Kekuasaan Awak KPK Tak Terbatas

Hasto: Kekuasaan Awak KPK Tak Terbatas

Jakarta, Gatra.com - Revisi UU KPK sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra. Mereka yang kontra menilai, parpol-parpol yang ada di DPR mempunyai kepentingan untuk melanggengkan korupsi yang tampak dari kengototan fraksi-fraksi di DPR untuk sesegera mungkin menyelesaikan revisi UU KPK ini. Belum lagi persetujuan bulat semua fraksi atas terpilihnya komisioner baru KPK yang dinilai bermasalah.

Salah satu parpol yang menyetujui revisi UU KPK adalah PDI Perjuangan. Bahkan Presiden Joko Widodo, yang kemudian mengirimkan SurPres untuk membahas lebih lanjut revisi UU KPK ini, juga tak lain adalah PDI Perjuangan. Ini menimbulkan cap bahwa PDI Perjuangan adalah partai anti KPK. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa pihaknya tetap merasa bahwa pemberantasan dan pencegahan korupsi adalah pekerjaan yang tidak akan pernah berhenti. Sebab korupsi adalah kejahatan luar biasa.

"Sebaiknya kita melihat secara jernih terhadap pro dan kontra," kata Hasto, Minggu (15/9) seperti pada rilis yang diterima redaksi gatra.com.

Menurut Hasto, para pihak yang setuju revisi UU KPK memiliki landasan argumentasi yang kuat. Selama ini, kekuasaan para awak KPK sangat tidak terbatas. Dan di dalam kekuasaan yang tidak terbatas itu bisa disalahgunakan oleh oknum yang di dalamnya.

Contoh yang sudah sampai ke publik adalah bocornya sprindik Anas Urbaningrum dan pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Ketua KPK Abraham Samad pada saat penyusunan calon menteri tahun 2014 lalu.

"(Abraham Samad, red) Mencoret nama-nama calon menteri secara sembarangan, tidak proper dengan vested interest. Dan kemudian tidak ada proses atau kritik perbaikan ke dalam yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus Samad itu," ujar Hasto.

Hasto menyatakan selama ini tak pernah ada jawaban jelas dari unsur KPK terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di dalamnya. Diantara pimpinan KPK dan wadah pegawai KPK sendiri namapak sebagai dua buah entitas berbeda dengan kepentingannya masing-masing.

Padahal di dalam sebuah organisasi dan manajemen yang sehat, tidak boleh ada yang namanya organisasi kepegawaian yang kewenangannya melampaui kewenangan pimpinan KPK itu sendiri.

"Mereka yang tidak setuju revisi UU KPK, dari dalam internal KPK, seharusnya juga mampu memberikan penjelasan tehadap berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu, menjawab berbagai pertanyaan yang secara kritis disampaikan oleh masyarakat," ujar Hasto.

"Jadi bisa dikatakan, persetujuan untuk revisi UU KPK itu sebenarnya akibat tindakan orang yang ada di KPK sendiri. Karena ketertutupan dan tak ada penjelasan terhadap berbagai pertanyaan yang ada," katanya.

Dilanjutkan Hasto, semua pihak tak perlu takut bahwa parpol ingin agar korupsi itu menjadi lestari. Karena unsur parpol juga selalu memberikan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi. Di PDI Perjuangan, kata Hasto, pemecatan seketika diberikan kepada kader yang melakukan korupsi.

"Parpol itu juga sedih, menangis ketika ada anggota kami yang tertangkap tangan KPK. Karena itulah kami tidak henti-hentinya terus melakukan pendidikan politik, menertibkan hukuman, dan kemudian menempatkan kader-kader secara selektif dengan baik," beber Hasto.

Semua kader PDI Perjuangan, kata Hasto, sejak awal harus punya komitmen untuk antikorupsi itu.

Lanjutnya, korupsi di lingkungan politik terjadi lebih karena budaya ketaatan hukum di rata-rata orang Indonesia harus lebih diperbaiki. Dan kedua, terkait juga dengan sistem politik liberal yang dipraktikkan. Sistem itu membuat biaya politik mahal dan kerap menjadi pemicu para politisi melakukan tindakan korupsi.

"Karena itulah kami secara konsisten terus melakukan upaya perbaikan dan mendukung seluruh kerja dari lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi itu," katanya.

Lebih jauh, Hasto meminta agar yang menolak perubahan UU KPK agar melihat juga temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di KPK. Yakni ada indikasi berbagai penyimpangan di KPK RI.

"Dimana ada pihak-pihak tertentu yang di dalam temuan itu terbukti menggunakan uang negara itu. Dan kemudian ada produk-produk hukum yang tidak memiliki kekuatan hukum. Karena itulah dari temuan BPK itu kami berpendapat justru dengan revisi undang-undang KPK ini akan memberikan kepastian hukum," beber Hasto.

"Karena kalau tidak ada revisi, maka apa yang diputuskan oleh KPK akan tidak memiliki kekuatan hukum. Itu berdasarkan dari keputusan Mahkamah Agung dan audit dari BPK dimana PP yang dipakai untuk dasar bekerjanya KPK tidak memiliki landasan hukum tersebut,” katanya.

 

328