Home Politik Pengamat Sebut Masyarakat Pesimis Uji Revisi UU KPK di MK

Pengamat Sebut Masyarakat Pesimis Uji Revisi UU KPK di MK

Jakarta, Gatra.com-Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono mengatakan, masyarakat pesimis terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) dalam upaya pemberantasan korupsi.

Bayu menilai, dalam empat tahun belakangan ini, MK terkesan lebih permisif menangani kasus yang merugikan negara ini. Padahal, MK memiliki kebijakan politik, ekonomi, dan sosial yang cukup baik apabila diterapkan. 

"Contohnya, mantan terpidana boleh menjadi calon kepala daerah, seperti Bupati Kudus yang terjerat korupsi kembali. Persoalan angket KPK, MK lebih cenderung menyetujui sikap DPR. Jadi, publik agak pesimis soal pemberantasan korupsi," ujarnya di D'Consulate, Jakarta, Sabtu (5/10).

Menurutnya, terkait revisi UU KPK, presiden bisa mengeluarkan Perppu KPK penangguhan pemberlakuan revisi UU KPK. Dalam penangguhan tersebut, nantinya presiden bisa berdiskusi secara mendalam terkait pasal bermasalah dalam revisi UU KPK.

Selain itu, Bayu mengatakan, seharusnya proses legislasi tidak dilakukan terburu-buru. Hal ini karena pembahasan revisi UU KPK kerap dilakukan secara tertutup.

"Apabila presiden mengeluarkan perppu penangguhan, maka presiden harus melakukan diskusi dengan DPR dengan mengundang semua pihak, masyarakat sipil, KPK," katanya.

Waktu satu tahun dianggap cukup untuk membahas lagi revisi UU KPK. Upaya ini agar ada konsensus nasional. Terutama terhadap bagian yang perlu masuk dalam revisi UU KPK dan dianggap melemahkan. 

"Setelah revisi UU KPK diundangkan, presiden mengeluarkan perppu, lanjutkan dalam satu tahun. Selama satu tahun, presiden ajak DPR. Kemudian membahas lagi, dilakukan perubahan kembali atas revisi ini. Mana yang ditolak itu yang dibuang, dan mana yang diperlukan untuk efektifnya pemberantasan korupsi di KPK tetap ada," ujarnya. 

Bayu menambahkan, jika nantinya revisi UU KPK ditangguhakan, secara otomatis UU yang sebelum revisi dapat membuat KPK bekerja seperti sedia kala dan tuntutan publik terpenuhi.

"Sementara DPR tidak kehilangan muka, presiden juga tetap terjaga kewibawaannya. Presiden bukan membatalkan, tetapi menangguhkan sambil mencari proses legislasi partisipatif," tutur Bayu. 

114