Home Politik Imparsial: Era Jokowi Banyak Lakukan Eksekusi dan Vonis Mati

Imparsial: Era Jokowi Banyak Lakukan Eksekusi dan Vonis Mati

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pengawasan hak asasi manusia di Indonesia, Imparsial merilis laporan "Evaluasi Praktik Hukuman Mati: Era Pemerintahan Jokowi (2014-2019)" bertepatan hari antihukuman mati sedunia pada Kamis (10/10). 

Ada beberapa evaluasi penting dalam laporan penelitian yang dirilis ini, khususnya terkait praktik hukuman mati di periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad menyampaikan, praktik hukuman mati di era pemerintahan Presiden Jokowi pada tahun 2014-2019 meningkat tajam, mulai dari penjatuhan vonis mati hingga penetapan eksekusi. 

Hussein menuturkan, adanya program "Indonesia Darurat Narkotika" sejak awal Pemerintahan Jokowi, sudah ada tindakan eksekusi terhadap 10 terpidana kasus narkoba. 

"Pada eksekusi mati gelombang pertama yang dilakukan pada tanggal 18 Januari 2015, sebanyak enam orang dieksekusi, yakni Rani Andriani (Indonesia), Solomon Okafor/Namaona Dennis (Nigeria), Marco A. Moreira (Brasil), Daniel Enemuo (Nigeria), Ang Kim Soei (Belanda), dan Tran Thi Bich Hanh (Vietnam)," ucap Hussein di kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (10/10).

Kasus yang paling ramai dan menjadi sorotan internasional adalah eksekusi mati terhadap duo Bali Nine, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali. Ia menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia dan dieksekusi pada gelombang ke dua berdasarkan catatan Imparsial.

"Sebanyak delapan orang dieksekusi pada eksekusi mati gelombang ke dua yang dilakukan pada tanggal 29 April 2015, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Zainal Abidin (Indonesia), Raheem A. Salami (Cordoba), Rodrigo Gularte (Brasil), Sylvester Nwolise (Nigeria), dan Okwudili Ayotanze (Nigeria)," lanjut Hussein.

Setahun kemudian, eksekusi gelombang tiga kembali dilaksanakan pada 29 Juli 2016 dengan mengeksekusi empat orang: Freddy Budiman (Indonesia), Michael Titus Igweh (Nigeria), Seck Osmane (Senegal), dan Humphrey Ejike (Nigeria).

Catatan penting untuk Presiden Jokowi menurut Imparsial, di era pertama pemerintahan Jokowi, jumlah eksekusi hukuman mati pada tiga gelombang itu lebih tinggi dibandingkan pada tahun 1998-2013. Dari era pemerintahan Presiden B. J. Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono, hanya terdapat 27 eksekusi mati yang dilakukan dalam kurun waktu 15 tahun, sebesar 1,8 rata-rata eksekusi mati yang terjadi per tahunnya.

Sedangkan pada lima tahun pertama, Pemerintahan Jokowi telah melakukan 18 eksekusi mati yang dibagi menjadi tiga gelombang.

"Jika dihitung dari 18 eksekusi yang dilakukan dalam kurun waktu lima tahun, maka akan didapat sebesar 3,6 rata-rata eksekusi mati yang terjadi pertahunnya. Perbandingan eksekusi mati yang terjadi selama era reformasi naik tajam di era pemerintahan Jokowi, yakni dengan kenaikan sebesar 100%. 1,8 menjadi 3,6," tuturnya.

Selain eksekusi mati, Hussein menjelaskan, pada periode Presiden Jokowi terjadi peningkatan vonis mati yang dilakukan pengadilan di berbagai tingkatan. Sedikitnya ada 221 vonis mati baru. Angka penjatuhan vonis pidana mati kemudian meningkat di berbagai tingkat pengadilan.

Apabila dilihat dari jenis tindak pidana, tercatat sebanyak 166 orang atau 75,11% dijatuhi vonis mati terkait kejahatan narkoba, 51 orang dalam kasus pembunuhan, tiga orang terkait kasus pencurian dengan kekerasan, serta satu orang lainnya dalam kasus terorisme.

"Angka tersebut kian menambah daftar vonis mati yang dijatuhkan pada era pemerintahan sebelumnya," pungkasnya.

941