Home Hukum KontraS : Terpidana Mati Didiskriminasi Sejak Awal Penangkapan

KontraS : Terpidana Mati Didiskriminasi Sejak Awal Penangkapan

Jakarta, Gatra.com - Peneliti KontraS, Putri Kanesia mengatakan, sebagian besar terpidana mati merupakan masyarakat buta hukum. Bahkan, para terpidana mati ini tidak mendapat informasi mengenai hak dan kewajibannya dalam proses hukum yang berlangsung.

"Mereka tidak diberikan informasi bahwa mereka punya hak untuk mendapatkan penasehat hukum, penerjemahan dan lain-lain. Hak tersebut tidak diinformasikan kepada terpidana mati, sehingga terpidana mati menuruti saja proses yang dilakukan oleh kepolisian," jelasnya di Jakarta, Kamis (10/10).

Bahkan, dalam sebuah kasus yang pernah ditangani KontraS, penasihat hukum yang sebelumnya ditunjuk penegak hukum, malah menjerumuskan kliennya. Padahal, lanjut Putri, penasehat hukum ini tidak pernah mendatangi penyidikan.

"Malahan, lawyer-nya minta klien untuk dieksekusi mati. Putusan hakim hanya penjara seumur hidup, tetapi lawyer-nya malah tidak setuju dan minta kliennya dieksekusi mati. Kan aneh," ujarnya.

Padahal, lanjut Putri, keberadaan pendamping hukum sangat berpengaruh terhadap putusan hakim. Pasalnya, terdakwa dalam persidangan tidak memiliki hak pembelaan diri atau menghadirkan saksi.

"Jadi, ada banyak proses di berita acara pidananya yang tidak dipenuhi di pengadilan. Itu beberapa temuan kami. Selain itu, ada proses subjektifitas terhadap terpidana mati," katanya.

Bahkan, ia menambahkan, sejak awal penangkapan, para terpidana mati kerap mengalami penyiksaan. Selain itu, kesaksian terpidana mati juga tidak didengar dan dijadikan perimbangan oleh penyidik, penuntutan, hingga di tingkat pengadilan.

"Kami meminta pemerintah, dalam hal ini presiden pada saat itu untuk membuat satu tim. [Hal ini] guna melakukan evaluasi terhadap semua putusan pidana mati karena kami menemukan banyak fakta adanya unfair trial. Ada permintaan untuk atau pemberian uang kepada hakim agar tidak divonis hukuman mati," pungkasnya.

1680