Home Ekonomi Perundingan Indonesia-EU CEPA Alot, Mendag : Masih Proses

Perundingan Indonesia-EU CEPA Alot, Mendag : Masih Proses

Jakarta, Gatra.com - Proses perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) telah berlangsung sejak tahun 2016, tetapi belum ada titik temu hingga saat ini. 
 
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan, perundingan I-EU CEPA masih dalam proses. "Kita [perundingan] masih dalam proses, yang kami konsentrasi sekarang nanti di tanggal 16. Kita bisa sampaikan nanti di hadapan pak Presiden, perjanjian kita dengan Korea. Kemudian, kemarin itu sampai larut malam kita menyelesaikan mengenai RCEP [The Regional Comprehensive Economic Partnership] ," ujarnya kepada awak media di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (14/10).
 
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo mengatakan, kedua belah pihak masih melakukan persiapan secara internal.
 
"Baru akan bertemu full team di awal Desember nanti, tempat to be confirmed," ujarnya kepada Gatra.com, Senin (14/10).
 
Iman menuturkan, CEPA tidak hanya berupa kesepakatan perjanjian bebas dan penyesuaian tarif, melainkan mencakup fasilitasi perdagangan dan investasi, perdagangan, dan investasi berkelanjutan. Selain itu terkait kerja sama peningkatan kapasitas penyesuaian. "Tolong dicatat, CEPA atau FTA [Free Trade Area], bukan charity project," katanya.
 
Kemudian, Ia menjelaskan, berlarutnya perundingan itu karena adanya penyesuaian antara Uni Eropa dengan 28 negara anggotanya, serta antara Kemendag dengan kementerian dan lembaga lainnya.
 
"Setiap perundingan selalu ada tantangannya sendiri, bukan karena mitra runding kita besar atau kecil," ucapnya.
 
Menanggapi hal tersebut, Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri mendesak agar perundingan tersebut diselesaikan secepatnya.
 
"Kalau menurut saya memang kita harus lebih cepat agar tidak ketinggalan dengan Vietnam [Perjanjian Perdagangan Bebas Vietnam-Uni Eropa]. Kita bicara bea masuk yang bedanya bisa 15%-20% antara barang Vietnam dan Indonesia," ujarnya pada Senin (14/10).
 
Yose berpendapat, Indonesia masih tersandera oleh urusan kelapa sawit yang kerap didiskriminasi oleh Uni Eropa.
 
Menurutnya, investasi dari Uni Eropa dengan adanya CEPA akan meningkat. Selain itu, CEPA memungkinkan adanya renegosiasi tarif sebagai antisipasi dicabutnya fasilitas GSP (Generalized System of Preferences) apabila Indonesia sudah masuk negera berpendapatan menengah ke atas (Upper Middle Income Countries).
 
"Sebenarnya memang perlu kita perjuangkan. Jangan sampai merugikan yang lain-lainnya. Akhirnya di kelapa sawit kalah dan lainnya juga kalah," pungkasnya.
 
258