Home Hukum Januari-September 2019, 305 Anak di Jateng Jadi Korban KDRT

Januari-September 2019, 305 Anak di Jateng Jadi Korban KDRT

Semarang, Gatra.com - Di Jawa Tengah (Jateng) selama Januari-September 2019 telah terjadi 817 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kasus KDRT tersebut tercatat terjadi terhadap 305 anak-anak dan sebanyak 512 menimpa terhadap perempuan dewasa.

Hal ini dikatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, Sri Puryono pada “Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum dalam Perlindungan dan Penanganan Korban KDRT yang Responsif Gender” di Semarang, Senin (14/9).

Menurut Puryono pada 2018, kasus KDRT di Jateng tercatat sebanyak 1.017 kasus, dengan perincian 240 kasus menimpa anak-anak dan 777 dialami perempuan dewasa.

“Kasus KDRT di Jateng cenderung meningkat karena masih dianggap urusan domestik dan tabu untuk dilaporkan. Demikian pula kasus-kasus pelecehan seksual masih banyak yang diakhiri secara damai antara pihak korban dan pelaku,” katanya.

Pemprov Jateng, lanjut ia, terus berusaha memberikan pelayanan bagi korban kekerasan yang meliputi lima bidang yakni pengaduan, kesehatan, bantuan dan penegakan hukum, rehabilitasi sosial, serta reintegrasi sosial.

Pelayanan KDRT dengan melibatkan lintas organisasi perangkat daerah (OPD) antara lain Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Bencana rumah sakit umum daerah, rumah sakit jiwa daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan Dinas Tenaga Kerja.

Sedangkan khusus layanan penegakan hukum, dilaksanakan aparat penegak hukum seperti kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan.

“Kami juga melibatkan jejaring lembaga sosial masyarakat untuk penangangan rehabilitasi dan reintegrasi sosial,” ujarnya. 

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kementerian Pemberdayaan Perempan dan Perlindugan Anak, Ali Hasan, dalam kesempatan sama, menyatakan jumlah korban KDRT di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jateng terus meningkat dan membutuhkan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sesuai hak-hak yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

Menurut ia, tantangan penanganan kasus KDRT adalah pada proses penegakan hukum karena tidak semua korban melaporkan kasusnya ke polisi dengan berbagai alasan.

Padahal kasus KDRT merupakan delik aduan sehingga harus ada pihak korban yang mengadukabn kepada aparat kepolisian untuk dilakukan penidindakan proses hukum.

“Fakta di lapangan menunjukan masih terdapat penyidik Polri yang belum responsif gender terhadap para korban yang mengalami trauma akibat dampak kasus kekerasan yang kompleks,” ujar dia.

468