Home Internasional Perang Dagang Membuat Ekonomi Dunia Jatuh ke Titik Terendah

Perang Dagang Membuat Ekonomi Dunia Jatuh ke Titik Terendah

Washington D.C., Gatra.com - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengatakan, perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Cina telah membuat perekonomian dunia jatuh ke titik terendahnya, sejak satu dekade terakhir. Selain itu, jika perang dagang ini tak kunjung diselesaikan, prospek ekonomi dunia ke depannya akan menjadi semakin gelap.

Seperti dilansir CNBC, Rabu (16/10), proyeksi terbaru Outlook Ekonomi Dunia, menunjukkan pertumbuhan PDB 2019 sebesar 3,0 persen. Angka itu turun dari 3,2 persen dalam perkiraan Juli. Sebagian besar karena meningkatnya dampak dari gesekan perdagangan global.

Secara rinci, Outlook Ekonomi Dunia menjabarkan penyebab dari kesulitan ekonomi ini tidak lain adalah perang tarif AS-Cina. Termasuk diantaranya biaya langsung, gejolak pasar, pengurangan investasi, dan produktivitas yang lebih rendah karena gangguan rantai pasokan.

Baca Juga: Jika Tak Ada Kesepakatan dengan Cina, Tarif Barang akan Naik

Pemberi pinjaman global ini mengatakan bahwa pada 2020, tarif yang diumumkan akan mengurangi output ekonomi global sekitar 0,8%persen. Pekan lalu, Direktur Utama IMF yang baru, Kristalina Georgieva mengatakan, ini berarti kerugian US$700 miliar, atau setara dengan membuat ekonomi Swiss menghilang.

Menyambung perkataan Georgieva, Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath menjelaskan, perlambatan ekonomumi dunia juga disebabkan pula oleh aktivitas sektor manufaktur dan perdagangan global.

"Kelemahan dalam pertumbuhan ekonomi global didorong oleh penurunan tajam dalam aktivitas manufaktur dan perdagangan global. Lalu tarif yang lebih tinggi. Serta ketidakpastian kebijakan perdagangan yang berkepanjangan. Ini merusak investasi dan permintaan barang modal," kata Gopinath dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga: Kesepakatan Tahap Pertama, Donald Trump Tunda Kenaikan Tarif

Meski begitu, menurut prediksi IMF, pertumbuhan global akan meningkat menjadi 3,4 persen pada 2020. Itu karena ekspektasi kinerja yang lebih baik di Brasil, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, dan Turki. 

Namun, perkiraan ini sepersepuluh poin lebih rendah dibandingkan prediksi Juli dan rentan terhadap risiko penurunan. Termasuk ketegangan perdagangan yang lebih buruk, gangguan terkait Brexit, dan penolakan yang mendadak terhadap risiko di pasar keuangan.

IMF juga mengatakan, investasi asing langsung di luar negeri oleh negara-negara maju terhenti pada 2018 setelah meningkat pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan rata-rata lebih dari 3 persen produk domestik bruto global setiap tahun atau lebih dari US$1,8 triliun.

Baca Juga: Perang Dagang Berlanjut, AS-Cina Keluarkan Tarif Dagang Baru

Penurunan sekitar US$1,5 triliun antara 2017 dan 2018 mencerminkan adanya operasi finansial murni oleh perusahaan multinasional besar, yang mana disebabkan oleh perubahan dalam undang-undang pajak AS.

Pembelian kendaraan global turun 3 persen pada 2018. Hal itu mengidentifikasikan penurunan permintaan di Cina setelah berakhirnya insentif pajak dan penyesuaian produksi setelah adopsi standar emisi baru di Jerman dan negara-negara zona euro lainnya.

Sementara itu, pada paruh pertama 2019, pertumbuhan perdagangan global hanya mencapai 1 persen, level terlemah sejak 2012. Itu dikarenakan perdagangan terbebani oleh tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian yang berkepanjangan tentang kebijakan perdagangan, serta kemerosotan dalam industri otomotif.

Baca Juga: Perang Dagang Kembali Dimulai, Langkah Ini yang Harus Dilakukan Indonesia

"Pertumbuhan perdagangan diperkirakan akan pulih ke 3,2 persen pada 2020. Namun risiko tetap condong ke sisi negatifnya," kata IMF.

Proyeksi IMF baru menunjukkan output PDB Cina turun 2 persen di bawah skenario tarif saat ini, dan 1 persen dalam jangka panjang. Sementara output AS akan turun 0,6 persen selama kedua rentang waktu.

"Untuk memperbaiki pertumbuhan, para pembuat kebijakan harus membatalkan dampak perdagangan dengan membuat perjanjian yang lama, dari sekarang yang hanya parsial. Lalu mengendalikan ketegangan geopolitik dan mengurangi ketidakpastian kebijakan dalam negeri," ujar Gopinath.

 

67