Home Hukum Bowo Sidik Akui Terima Uang untuk Kebutuhan Dapilnya

Bowo Sidik Akui Terima Uang untuk Kebutuhan Dapilnya

Jakarta, Gatra.com - Terdakwa mantan anggota DPR RI Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso mengakui telah menerima uang dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera (AIS), Lamidi Jimat. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan di dapil Bowo.

Bowo mengatakan, Lamidi membantunya mentransfer uang secara bertahap sejumlah Rp250 juta dan Rp50 juta melalui sopir Bowo. Bowo menggunakan uang itu untuk menyewa posko dan pembuatan kaos kampanye.

"Pak Lamidi bilang, saya siap membantu dapil. Waktu saya melakukan pertemuan dengan pak Tukul [yang merupakan] orang Demak. Dapil saya Demak Jepara Kudus, pak Tukul mengatakan, pak Lamidi tolong bantu pak Bowo untuk dapil Demak," ujar Bowo dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/10).

Menurut Bowo, Direktur Armada Pelni, Tukul Harsono dan Lamidi menemuinya setelah bertemu dengan Direktur Utama PT Djakarta Lloyd Suyoto. Mereka membahas penagihan pembayaran utang PT Djakarta Lloyd agar PT Ardila Insan Sejahtera mendapatkan pekerjaan penyediaan Bahan Bakar Minyak.

"Tukul direktur Pelni. Kemudian dia bilang, saya bilang saya asli Demak, kita kenal sama-sama. Dia bilang, pak Lamidi tolong bantu pak Bowo untuk dapil. Pak Lamidi kemudian membantu saya di dapil," kata Bowo.

Mantan anggota Komisi VI DPR RI, Bowo Sidik Pangarso, didakwa telah menerima hadiah atau suap karena membantu PT. Humpuss Transportasi Kimia (HTK) untuk mendapatkan kerja sama sewa kapal dan atau pengangkutan dengan PT. Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).

Jaksa menyebut, Bowo menerima hadiah berupa uang sejumlah US$163.733 dan Rp311.022.932 dari Asty Winasty dan Taufik Agustono. Uang tersebut diterima terdakwa secara langsung maupun melalui M. Indung Andriani K. Selain itu, terdapat penerimaan uang sejumlah Rp300 juta dari Lamidi Jimat. Dengan demikian, total uang yang diterima Bowo lebih dari Rp2,5 miliar.

PT HTK adalah perusahaan yang mengelola kapal MT Griya Borneo yang sebelumnya bekerja sama dengan PT Kopindo Cipta Sejahtera (KCS) untuk pengangkutan amoniak. Jaksa menyebut, PT KCS merupakan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik.

Setelah adanya perusahaan induk BUMN PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), kontrak kerja sama dengan PT HTK diputus. Sementara itu, pengangkutan amoniak dialihkan ke PT PILOG menggunakan MT Pupuk Indonesia. Atas hal itu, PT HTK melalui Asty meminta bantuan Bowo agar PT PILOG dapat menggunakan kapal milik PT HTK, yaitu MT Griya Borneo.

Atas perbuatannya tersebut Bowo didakwa tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctis Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 64 ayat (1) KUHP

221