Home Gaya Hidup HUT ke-53, UP Gelar Wayang Kulit Lakon 'Brojodento Labuh'

HUT ke-53, UP Gelar Wayang Kulit Lakon 'Brojodento Labuh'

Jakarta, Gatra.com - Universitas Pancasila (UP) Jakarta menggelar pergelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon "Brojodento Labuh". Pagelaran yang berlangsung di Lapangan Fakultas Hukum ini dalam rangka memeringati ulang tahun ke-53 kampus yang berlokasi di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan ini.

Tampil sebagai dalang Ki Anom Suroto beserta putranya Ki Bayu Aji Pamungkas. Hesti Rahayu dan Eka Uget menjadi sindennya. Lakon Brojodento Labuh menjadi kisah yang diangkat dalam pagelaran akbar wayang kulit UP kali ini.

Kisah Brojodento Labuh memilik makna kerelaan dan pengabdian seorang Brojodento, putra bangsawan kerajaan Pringgodani yang mestinya bisa menjadi Raja Pringgodani namun dengan segenap kerelaannya, dia memberikan hak itu kepada anak kakak perempuannya, Dewi Arimbi, yang bernama Raden Gatotkaca.

Sebelum pelantikan Gatotkaca sebagai raja, Brojodento kerap diprovokasi, diiming-imingi, dan dibujuk oleh Sengkuni sebagai uji kedewasaan sikap serta kerelaannya itu. Pada awalnya, dia terpengaruh, tapi akhirnya dia memilih "Labuh" yakni mengabdi dan bekerja sepenuh hati untuk kemajuan kerajaan Pringgodani.

Dalam kaitannya dengan situasi kehidupan bangsa Indonesia saat ini, Ketua Panitia Acara, Ade Saptono, menuturkan bahwa kisah tersebut menggambarkan kerukunan yang menurutnya juga tercermin dari susunan kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Malah dalam konteks Indonesia, kerukunan Kabinet Pak Jokowi menjadi menarik, semua gotong royong menjadi satu untuk memajukan negara Indonesia," ucapnya di sela-sela pegelaran wayang kulit di halaman Fakultas Hukum UP, Sabtu malam (2/11).

Dekan Fakultas Hukum UP ini melanjutkan, kerukunan yang ditampilkan dalam kisah "Brojodento Labuh" juga bisa diterapkan di kehidupan kampus dalam rangka membangun institusi secara bergotong royong guna mencapai kemajuan.

"Jadi friksi-friksi atau konflik-konflik itu tak perlu terjadi. Semua rukun membangun institusi bareng-bareng, itu pasti percepatan pembangunan akan dua atau tiga kali lipat daripada ada konflik. Ini menggambarkan simbol seperti itu," ujarnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Pancasila, Wahono Sumaryono, menjelaskan bahwa pagelaran tersebut menjadi kewajiban moral UP untuk melestarikan warisan budaya bangsa yang bermutu tinggi seperti wayang kulit.

"Semoga pagelaran ini akan meningkatkan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kecintaan kita kepada nusa bangsa dan negara serta meningkatkan persatuan kita sebagai warga masyarakat, warga negara, dan menjaga terus persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia," ucapnya.

Reporter: ARH

617