Home Ekonomi Mengulik Para Pemburu Cuan Di Blok Kanguru

Mengulik Para Pemburu Cuan Di Blok Kanguru

Pekanbaru, Gatra.com - Mobil itu melambat dan kemudian berhenti persis di depan Gathering Station (GS), stasiun pengumpul minyak milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Minas Kecamatan Minas Kabupaten Siak, Riau. 

Sejumlah orang keluar dari mobil itu, mengatur posisi masing-masing dan menjepret hamparan yang dijejali tanki-tanki raksasa itu. Logo Chevron pun ikut ternukil dalam pengabadian tadi. 

Tapi dua tahun lagi, bisa dipastikan logo Pertamina lah lagi yang bakal terpampang di sana. Logo perusahaan bikinan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) bisa jadi ikut mendampingi. 

Sebab di tahun 2021, Chevron sudah mengakhiri kisah panjangnya di Riau, setelah Pertamina kemudian  memenangkan Blok Rokan seluas 6.264 kilometer persegi itu. Ini kemenangan lanjutan perusahaan plat merah itu setelah sebelumnya juga sudah menggarap Blok Siak dan Blok Kampar.

Di sejumlah tempat di kota Pekanbaru, pembicaraan soal Blok Rokan mulai santer terdengar. Obrolan itu bahkan menyaingi omongan seputar ajang Pemilukada yang bakal digelar di 9 wilayah di Riau pada tahun 2020. 

Hanya saja, obrolan itu bukan tentang bagaimana mencari siasat untuk mengerek produksi blok yang sering di sebut Kangguru itu, yang cenderung turun sejak beberapa tahun terakhir. 

Pembicaraan justru mengarah pada bagaimana entitas daerah turut terlibat aktif dan masif mengelolah ladang minyak itu, hasrat bisnis menggelora ulah peluang cuan (untung) besar di blok raksasa tadi. 

Blok Kangguru, seperti diketahui akan dikelolah oleh Pertamina terhitung sejak berakhirnya kontrak Chevron atas blok tersebut pada 8 Agustus 2021. 

Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menaksir, pengalihan Blok Rokan ke Pertamina akan membikin pundi-pundi negara membengkak hingga 2041. Gelontoran duit diperkirakan mencapai 57 miliar dollar AS atau setara dengan Rp825 triliun.

Bagi masyarakat Riau, Blok Kangguru adalah kebanggan. Sebab kawasan ini telah lama memberi 'darah segar' bagi kabupaten/kota penghasil dan juga penyangganya. 

Kalau ditotal, saban tahun rata-rata Dana Bagi Hasil (DBH) yang mengucur ke Riau mencapai lebih dari Rp6 triliun. Inilah barangkali yang membikin kawasan ini punya sensitifitas politik dan menjadi rebutan. 

September 2019 misalnya, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menyatakan siap mengelola Blok Rokan. Alasanya kata Ketua Dewan Pengurus Harian LAMR, Syahril Abu Bakar, pada penghujung 2018 Presiden Jokowi sudah janji akan memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada daerah untuk ikut mengelolah Blok Rokan. 

Sayang, hampir setahun berlalu, LAMR justru mendapat kabar kalau Pertamina akan menjual sebagian saham pengelolaan Blok Rokan itu kepada perusahaan lain sebagai mitra.

Pertamina, berdasarkan Kepmen ESDM No 1923K/10/MEM/2018 tentang persetujuan pengelolaan dan penetapan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak kerja sama atau production sharing contract di Blok Rokan, memang diwajibkan bekerja sama dengan mitra yang memiliki kemampuan di bidang hulu minyak dan gas. 

Jum'at (1/11),  Anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Wahid, kepada Gatra.com, tidak secara spesifik menyebut Pertamina harus menggandeng perusahaan bentukan LAMR dalam menggarap Blok Rokan. 

Namun, Legislator asal Riau itu menyebut ketika nanti Pertamina terlibat secara aktif dalam mengelolah Blok Rokan, maka pelibatan unsur daerah merupakan kewajiban. 

"Soal Blok Rokan kan sudah diatur kalau pengelolahnya Pertamina. Dalam aturanya nanti ada participating interest (PI)  10 persen untuk pemerintah daerah. Nanti pemerintah daerah lah yang menunjuk BUMD mengelolah PI itu," katanya. 

Kalau kemudian LAMR melalui perusahaanya ingin ikut terlibat di sana kata Wahid, itu tidak menjadi persoalan, hanya saja selain harus ikut dalam lelang, sejumlah hal lain juga harus dipertimbangkan dengan cermat. 

"Siapa pun yang berkeinginan boleh (mengelolah Blok Rokan), tapi harus ada kajiannya, kajian itu dalam rangka kecukupan modal dan kecukupan sumber daya. Dalam aturanya, selain PI 10 persen, Pertamina juga bisa melibatkan pihak ketiga dengan persentase saham 30 persen. Sisanya 60 persen saham dimiliki Pertamina sebagai main leader," rinci Wahid.

Kini, di tengah kengototan lembaga adat mengincar peran aktif di Blok Rokan, persoalan krusial justru sedang melanda area perminyakan itu: produksi anjlok. 

Tren penurunan produksi Blok Rokan sangat kentara. Berdasarkan data SKK Migas, lifting minyak Blok Rokan tahun 2019 hanya sebesar 190 ribu barel perhari, turun 9,2 persen dibanding realisasi tahun 2018 yang mencapai 209.478 barel perhari. Padahal dulu Blok Rokan menjadi areal pertambangan paling produktif di Indonesia, sempat menghasilkan 1 juta barrel perhari. 

Seretnya penghasilan Blok Rokan itu, jelas Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau, Indra Agus Lukman, turut dipengaruhi oleh masa transisi yang saat ini sedang dijalani Chevron dan Pertamina. Indra pun meyakini kemampuan produksi Blok Rokan akan kembali terangkat ketika masa transisi itu berlalu. 

"Ini kasusnya beda dengan BOB (Badan Operasi Bersama) PT Bumi Siak Pusako - Pertamina Hulu. Untuk transisi di Blok Rokan sudah ada sharing data, begitu nanti diambil Pertamina, data Blok Rokan sudah di share, jadi tahu mana yang akan dieksplorasi. Ini diawasi SKK Migas," urainnya kepada Gatra.com, Senin (4/11). 

Pernyataan Indra tak sepenuhnya benar, sebab melorotnya produksi Blok Rokan sudah terjadi jauh sebelum masa peralihan operator. Jika pada tahun 2013 kawasan yang sudah digarap Chevron selama 90 tahun lebih itu, mampu memproduksi 315,8 ribu barel perhari, pada tahun 2018 Chevron cuma sanggup memompa 210 ribu barel perhari. 

Soal ini, Indra menyebut, rontoknya harga minyak dunia sebagai faktor utama dibalik berkurangnya minat investasi pada sektor perminyakan. 

"Andai harga minyak dunia kembali menembus angka 100 dolar per barel, maka laju produksi bakal meningkat. Kalau harga sedang turun, dan Chevron tahu bakal hengkang 2021, rasional kalau dia tidak jor-joran," katanya.

Dengan realita yang dihadapi sektor perminyakan, tak pelak muncul keraguan akan kemampuan perusahaan bikinan LAMR dalam mengarungi bisnis perminyakan di Blok Rokan. Hal ini sudah dikhwatirkan dua pemuka masyarakat Riau, Letjend Purnawirawan Syarwan Hamid dan Wan Abu Bakar (mantan Gubernur Riau).

Dalam sebuah kesempatan, Wan Abu Bakar kepada Gatra.com, mengatakan motivasi LAMR ingin terlibat aktif dalam Blok Rokan menimbulkan tanda tanya. 

"Niat LAMR membentuk badan usaha mesti diulas secara mendalam, apa betul pembentukan badan usaha itu memang ditujukan untuk mewakili representasi Riau, atau hanya garapan sekelompok orang," dia bertanya. 

Kalau pun jadi, seberapa transparan LAMR mengelolah perusahaan itu dan seberapa mampu. "Ingat, investasi di sektor perminyakan itu butuh modal besar, dari mana asal dananya," lagi-lagi Wan bertanya. 

382