Home Hukum Peran Pemilik Saham dalam Kejahatan Korporasi Harus Diatur

Peran Pemilik Saham dalam Kejahatan Korporasi Harus Diatur

Sleman, Gatra.com - Praktisi hukum Ari Yusuf Amir mendorong adanya tanggung jawab pidana pada pemegang saham jika terjadi kejahatan korporasi. Masukan ini dituangkan dalam karya akademis hingga Ari meraih gelar doktor bidang ilmu hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).

Gelar tersebut ia peroleh usai menjalani sidang terbuka promosi doktor di Auditorium UII pada Jumat (8/11) hingga dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Ari menyusun disertasi berjudul ‘Sistem Pertanggungjawaban dan Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pemegang Saham Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana’.

"Dari hasil penelitian disertasi, saya melihat begitu pentingnya pemegang saham itu diberi juga tanggungjawab pidana," kata Ari, usai menjalani sidang yang dipimpin Rektor UII Fathul Wahid, Jumat (8/11).

Dalam disertasinya itu,  Ari mengulas banyak kasus pidana di Indonesia yang sering kali tak lepas dari peran korporasi. Kejahatan korporasi ini menimbulkan sejumlah kerugian, seperti kerusakan lingkungan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan.

"Juga kejahatan ekonomi dan kejahatan perbankan seperti pencucian uang (money laundering), memainkan harga barang secara tidak sah (price fixing), penipuan iklan (false advertising), kejahatan di bidang teknologi, dan korupsi," katanya.

Menurutnya, modus kejahatan korporasi biasanya berlangsung secara terselubung, terorganisasi, dan berdasarkan suatu keahlian tertentu. Karena itu, sulit menentukan siapa korban, siapa pelaku kejahatan, dan bagaimana membuktikan kausalitas langsung antara perbuatan dan timbulnya korban.

Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membatasi pertanggungjawaban pemegang saham. Pasal 3 ayat 1 aturan itu menyebut pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.

Pemegang saham hanya bertanggung jawab terbatas pada nilai nominal saham yang dimiliki. Pemahaman ini mengacu pada pengertian perseroan terbatas yang terdiri dari kata ‘perseroan’ dan kata ‘terbatas’.

Ari menjelaskan, perseroan, adalah modal perusahaan terbagi atas sero-sero atau saham, sementara kata ‘terbatas’ bermakna terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham.

Menurut Ari, sistem pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum positif Indonesia selama ini masih menganut doktrin societas delinquere non potest. Artinya, korporasi tidak dapat melakukan tindak pidana. Selain itu hukum pidana nasional masih menerapkan asas tiada pidana tanpa kesalahan dan asas legalitas.

Namun, dalam pustaka hukum pidana modern, kata Ari, pelaku tindak pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatan secara fisik sebagaimana pelaku tindak pidana konvensional.

"Saya berharap hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk lahirnya UU terkait korporasi yang mengatur pertanggungjawaban pidana pemegang saham," pungkas pengacara senior  pendiri Law Firm Ali Amir & Associates ini. 

341