Home Politik BKOW Jateng : Perempuan Jadi Incaran Pelaku Terorisme

BKOW Jateng : Perempuan Jadi Incaran Pelaku Terorisme

Semarang, Gatra.com - Sikap perempuan yang cenderung lemah lembut dan halus rawan dimanfaatkan menjadi pelaku tindakan terorisme dan radikalisme.

Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah, Nawal Arafah menyatakan selama lima tahun terakhir ada pergeseran pelibatan perempuan yang semula sebagai pendukung sekarang menjadi pelaku terorisme dan radikalisme.

“Pelaku terorisme dan radikalisme mulai mengincar kaum perempuan yang lemah yang tidak memiliki sikap ketegasan menjadi pelaku pemboman,” katanya di Semarang, Selasa (26/11).

Lebih lanjut, Nawal menyatakan, keadaan perempuan yang secara sosial, budaya, ekonomi, dan politik terdiskriminasi, membuatnya minim akses pengetahuan.

Kondisi ini ditambah dengan pengaruh budaya patriarki yang mengharuskan perempuan untuk taat terhadap perintah suami, termasuk melakukan aksi terorisme dan radikalisme.

Terlebih lagi, lanjutnya, jika pemahaman kaum perempuan terhadap agama keliru sehingga mudah didoktrinasi, dipengaruhi untuk terlibat dalam aksi terorisme dan radikalisme.

“Perempuan juga dianggap lebih lembut dan halus dalam melakukan tindakan terorisme,” ujarnya.

Menurutnya, cara untuk membentengi kaum perempuan agar terhindar dari pengaruh terorisme, radikalisme, dan intoleransi dengan menciptakan narasi-narasi perdamaian dan ajaran Islam yang benar, kesetaraan, keadilan, dan toleransi, terutama melalui media sosial.

Selain itu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai radikalisme, terorisme, dan intoleransi yang merugikan masyarakat dan bangsa.

Tidak kalah pentingnya, lanjut Nawal, meningkatkan akses pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, serta pemberdayaan ekonomi, dan sosial bagi perempuan.

“Wujudkan keadilan dan kesetaraan gender di rumah tangga, termasuk mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” ucapnya.

Menurut Nawal, sebenarnya perempuan bisa menjadi agen terdepan pencagahan tidakan terorisme dan radikalisme dalam keluarga.

“Terbukti, perempuan bisa menyelesaikan rekonsiliasi konflik pada awal kemerdekaan, bahkan ikut merumuskan kemerdekaan,” katanya.

176