Home Gaya Hidup Entung Raksasa Hebohkan Art Of Freedom #6 Purwokerto

Entung Raksasa Hebohkan Art Of Freedom #6 Purwokerto

Purwokerto, Gatra.com - Sebuah entung (kepompong ulat) raksasa terlihat cukup menakutkan dengan sorot mata yang tajam, dua taring panjang menjuntai dimulutnya seoalah ingin memakan apa saja yang dilhatnya. Dia memiliki tinggi enam meter, bertubuh gempal menggabarkan sosok koruptor yang rakus.

Entung tersebut ada di depan halaman Gedung Student Centre IAIN Purwokerto, menajadi salah satu hasil karya memanfaatkan barang bekas yang disulap menjadi instalasi kaya seni bernilai tinggi, pada gelaran pameran Art of Freedom #6, Minggu (1/12).

"Si Entung", merupakan karya berbahan sampah daun dan barang-barang bekas tersebut tergantung pada sebuah batang pohon di halaman ruang pameran.

"Karya ini menggambarkan koruptor seperti belatung. Tempatnya bisa ditemukan pada birokrasi yang membusuk seperti kampus, kantor kepala desa hingga pemerintahan pusat," jelas Fahri Reza Alfian, Ketua Panitia pameran.

Fahri, pameran kali  ini bertajuk "Konservasi Rupa", menampilkan instalasi, lukisan, sketsa, art work, lukisan cukil, hingga beberapa karya foto. Para peserta pameran memanfaatkan barang bekas, seperti lembaran koran, hingga sampah plastik sebagai media.

Sebanyak 20 perupa muda Purwokerto menampilkan 60 karya seni pada pameran Art of Freedom #6. Sebagian besar karya tersebut memanfaatkan barang bekas.

"Kami ingin mengenalkan kepada mahasiswa dan publik bahwa karya seni itu bisa memanfaatkan media apa saja, tapi bisa menghasilkan karya yang menarik dengan berbagai ekspresi," ujarnya.

Menurut Fahri, pameran yang digelar dalam rangka ulang tahun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Rupa "Senru" IAIN Purwokerto. Pameran Art of Freedom #6 berlangsung hingga 4 Desember 2019 mendatang.Salah satu karya yang cukup menonjol adalah instalasi dengan tinggi sekitar 6 meter bertajuk

Salah satu pengunjung, Rayung Purbantara, mengatakan, ide untuk menampilkan karya seni rupa berbahan daur ulang ini cukup menarik. Perupa muda mampu menuangkan ekspresinya dengan bahan yang sudah tidak terpakai.

"Untuk lukisannya cukup menarik, karena menampilkan warna cerah khas generasi muda saat ini. Instalasi dari bahan kertas koran dan sampah di depan juga syarat kritik," kata dia.

Sementara itu, Perupa senior Banyumas, Hadiwijaya mengatakan, Banyumas seperti halnya daerah lain di Indonesia juga memilik perkembangan seni rupa. Jejaknya masih terlihat hingga saat ini di daerah Sokaraja.

"Akan tetapi, pelukis Sokaraja mengalami penurunan karya. Sebab, mereka tak pernah memikirkan ide. Mereka hanya melukis untuk pasaran, mencari penghidupan," katanya.

Pada era 1990an, kata perupa Komunitas Sanggar Bambu ini, sangat sulit mengajak perupa beraliran naturalis realis dari Sokaraja untuk mengikuti pameran. Mereka merasa nyaman karena lukisannya menjadi buruan para kolektor dan oleh-oleh wisatawan.

"Sekarang menjadi pilihan bagi generasi muda, apakah cukup puas dengan karya yang laku, atau ingin terus berkarya dengan ide-ide baru yang lebih segar dan menjadi catatan sejarah seperti di dunia sastra ada Pramoedya Ananta Toer," ujarnya.

Selain gelar karya, pameran tersebut juga menggelar beberapa even mulai dari workshop foto, aksi melukis mural, dan workshop sablon cukil.

661