Home Politik Terbit Perpres 86/2018, Sengketa Lahan Masih Tinggi

Terbit Perpres 86/2018, Sengketa Lahan Masih Tinggi

Palembang, Gatra.com – Semangat reforma agraria yang tertuang pada terbitnya Perpres 86/2018 dinilai belum mampu mengurangi koflik dan sengketa lahan yang terjadi saat ini.

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat, terbitnya Perpres 86/2018 tidak berimbas pada penyelesaian sengketa, malah sepanjang tahun 2014-2018 telah terjadi 2.000 konflik dan sengketa lahan yang muncul di Indonesia.

Hal ini, kata Staf Bidang Penguatan Organisasi Rakyat KPA, Ferry Widodo, perlu dilakukan penanganan penyelesaian konflik yang langsung di tangan Presiden Joko Widodo. Penanganan konflik atau sengketa lahan yang masih berada pada level kementrian akan memunculkan ego sektoral yang cendrung memperlambat pelaksanaan Perpres tersebut.

“KPA mencatat, konflik lahan dan sengketa malah terus bertambah saat ini. Penyelesaiannya harus memandang permasalahan konflik dan sengketa lahan ialah masalah yang mendesak diselesaikan, sehingga harus berada langsung di tangan Presiden. KPA menilai Perpres belum berpengaruh pada penyelesaian konflik,” ujarnya usai menjadi pembicara pada simposium Reforma Agraria di Palembang, Sumsel, Senin (9/12).

Sementara, Koordinator Bidang Riset dan Kampaye Gerakan Indonesia Kita (Gita), Jimmy Ginting berpendapat pelaksanaan reforma agraria masih sangat lamban akibat belum adanya kepastian hukum dan keadilan sosial terhadap pihak yang terlibat. Pada Perpres itu dijelaskan bahwa penanganan sengketa dan konflik agraria akan diatur melalui peraturan lanjutan, yakni Kepmen.

“Sampai saat ini, Kepmen tersebut masih belum ada sehingga prinsip kepastian hukum seperti yang diatur pada Bab V Perpres mengenai penanganan sengketa dan konflik agraria masih belum terpenuhi,” ujarnya.

Ia pun mendesak agar pemerintah mempercepat membuat kepmen sebagai bagian pelaksanaan Perpres tersebut.

“Prinsip kepastian hukum dan keadilan sosial yang dimaksud bagiamana pihak yang melibatkan baik, antara orang perorangan, perorangan/kelompok dengan badan hukum, perorangan/kelompok dengan lembaga, atau badan hukum sekalipun akan difasilitasi oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) secara berjenjang,” terangnya.

Lalu, pelaksanaan dari dua ayat tersebut akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen). “Kita mendesak Presiden segera membuat Kepmen,” tegasnya.

Sedangkan Dewan Pembina INAgri, Achmad Yakub menilai, semangat reforma agraria pada Perpres 86/2018 sebagaimana mandat dan perspektif pemenuhan dan perlindungan hak asasi petani sebenarnya sudah sejalan amanat UU Perlindungan dan Pemberdayaan bagi petani, seperti pada penyediaan lahan bagi petani seluas 2 hektar/RTP. Dengan upaya redistribusi tanah bagi petani kecil ini akan mempercepat pencapaian kedaulatan pangan, kesempatan lapangan kerja di pedesaan, sehingga meningkatkan daya beli petani termasuk menjaga lingkungan hidup.

“Seharusnya pemerintah sudah tidak punya hambatan regulasi lagi dalam pelaksanaanya. Semangat Reforma agraria harusnya mendorong redistribusi tanah bagi petani kecil dengan penyelesaian konflik-konflik yang terjadi saat ini,” ucapnya.

701