Home Ekonomi Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berpendapat, pemerintah seharusnya mempertimbangkan jalur atau mekanisme penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Hal ini sesuai pernyataan Menkopolhukam, Mahfud MD yang berjanji menuntaskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM melalui cara nonyudisial. Tentunya, tanpa mengabaikan mekanisme yudisial atau sebaliknya. 

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengusulkan beberapa langkah pemerintah untuk mengungkap pelanggaran HAM berat di masa lalu. Hal ini bisa dimulai dengan bertanya kepada para korban seputar model penyelesaian yang dikehendaki.

“Setelah mendengar, pemerintah harus segera mengambil keputusan model yang diterapkan. Apapun model penyelesaian yang dipilih, berpotensi menimbulkan pro [dan] kontra. Namun, apabila sulit, sampai pada pilihan mekanisme yang ideal. Jalan tengahnya adalah mekanisme yang paling mungkin untuk diterapkan. Di sini pemerintah dituntut memiliki keberanian dalam mengambil keputusan” ujar Edwin kepada Gatra.com, Selasa (10/12).

Edwin menuturkan, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu, tidak dibatasi mekanisme formil yudisial maupun nonyudisial. Hal ini akan berkonsekuensi pada proses yang panjang dan penuh tantangan. Selain itu, berpotensi menuai banyak polemik. 

“Namun pemerintah tetap harus menyediakan ruang pada mekanisme penyelesaian yang menggunakan pendekatan hukum melalui pengadilan HAM atau KKR sebagai jalan pengungkapan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi," katanya.

Edwin melanjutkan, sejumlah catatan kerja yang telah dilakukan LPSK terkait layanan yang diberikan kepada korban Pelanggaran HAM Berat (PHB). Pada periode 2014 – 2019, jumlah pemohon yang mengajukan sebagai terlindung LPSK sebanyak 4420 orang di Provinsi Jawa Tengah dan Sumatera Barat sebagai wilayah asal pemohon terbanyak.

Sedangkan dalam rentang periode 2012 -2019, LPSK telah memberikan layanan ke korban PHB dengan total 3784 terlindung. Rinciannya sebanyak 3666 orang mendapatkan layanan medis, 602 untuk layanan psikososial, dan 25 orang mendapatkan rehabilitasi psikososial.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi kembali mengusulkan pemerintah agar memfasilitasi affirmative action kepada para korban pelanggaran HAM berat. Ini untuk mendapatkan kebutuhan mendasar berupa jaminan kesehatan (BPJS) kelas satu.

“Mengingat usia sebagian besar korban yang makin senja. Pemerintah daerah juga bisa membuat kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai salah satu keistimewaan hak yang diperoleh korban pelanggaran HAM berat” tutupnya.

855