Home Hukum Mahfud MD Singgung Hakim yang Membebaskan Koruptor

Mahfud MD Singgung Hakim yang Membebaskan Koruptor

Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menyinggung hakim yang membebaskan dan memberikan hukuman ringan koruptor. Sebab, ini bertentangan dengan itikad pemerintah yang serius memberantas tindakan korupsi di Indonesia.

Keseriusan pemerintah, lanjutnya, dapat terlihat dari produk kebijakan hukum berupa Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Bahkan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan pernyataan bahwa pemerintah bisa menerapkan hukuman mati kepada koruptor. Namun menurutnya, upaya penegakan hukum sedikit bermasalah pada hakimnya.

"Tapi kan itu urusan hakim. Kadang kala hakimnya malah mutus bebas, kadangkala hukumannya ringan sekali. Kadang kala sudah ringan dipotong lagi," ujar Mahfud saat ditemui di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).

Kendati begitu, keputusan soal penjatuhan vonis memang menjadi urusan pengadilan. Mahfud merasa tak bisa berbuat banyak sebab itu sudah di luar wilayah kerjanya.

"Ya sudah, itu urusan pengadilan. Di luar urusan pemerintah," tandas mantan Ketua MK ini.

Sebelumnya, Jokowi menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika ada desakan yang kuat dari masyarakat. Penerapan hukuman mati itu menurutnya dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam UU Tipikor dan bisa diajukan untuk direvisi oleh DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU Pidana Tipikor, itu [bisa] dimasukkan," kata Jokowi setelah menghadiri pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).

Aturan soal hukuman mati sebenarnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal itu bisa dilihat pada Pasal 2 Ayat (2).

Pasal tersebut membeberkan opsi hukuman untuk para koruptor, satu di antaranya adalah hukuman mati. Berikut bunyi Pasal 2:

Ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Ayat (2), Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Namun catatannya, hukuman mati itu tidak dijatuhkan sembarangan. Hukuman tersebut hanya dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. Syarat tersebut pun dituangkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2. Berikut bunyinya:

Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

248