Home Politik PP-PA Sebut Budaya Jadi Faktor Angka Perkawinan Anak Tinggi

PP-PA Sebut Budaya Jadi Faktor Angka Perkawinan Anak Tinggi

Jakarta, Gatra.com - Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA), Lenny Rosalin mengatakan, faktor budaya menjadi salah satu penyebab tingginya angka perkawinan anak di bawah umur.

"Budaya jadi salah satu faktor tingginya angka perkawinan anak di bawah umur, contohnya budaya Merari di Nusa Tenggara Barat (NTB)," katanya saat ditemui di SMAN 1 Jakarta, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (17/12).

Ia mengatakan, anak di bawah umur pada beberapa daerah telah hamil lebih dahulu sebelum menikah. Katanya, hal seperti itu diketahui akibat budaya bebasnya anak keluar rumah hingga larut malam dan minimnya pengawasan dari orang tua.

Untuk mencegah kejadian perkawinan anak semakin meningkat, Lenny mengatakan, Kementerian PP-PA tengah mengupayakan beberapa langkah. Salah satunya mengenai revisi UU Nomor 1 Tahun 1976 yang sebelumnya memperbolehkan pernikahan anak di usia 16 tahun.

"Soal perkawinan anak di bawah umur, kami sudah revisi UU Nomor 1 Tahun 1976 menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 dimana usia perkawinan anak, kami ganti menjadi 19 tahun. Apabila tetap akan menikahkan anak di bawah usia 19 tahun, berdasarkan putusan MA Nomor 5 Tahun 2019, harus mendapatkan dispensasi perkawinan yang dilakukan oleh pengadilan agama dan negeri," ujarnya.

Langkah pencegahan lainnya, Lenny mengatakan, pihaknya melibatkan anak sebagai pelopor apabila ada kejadian perkawinan anak di bawah umum. Sebelumnya, mereka telah diberikan edukasi dalam forum anak.

Sementara itu, melalui keluarga, Kementerian PP-PA sudah menyiapkan pusat pembelajaraan keluarga di provinsi dan kabupaten/kota dilengkapi psikolog untuk konseling dan informasi pada keluarga. Terutama jika mereka punya masalah anak khususnya perkawinan.

"Melalui edukasi sekolah, ini sangat efektif karena anak-anak diajak untuk sekolah setinggi-tingginya dan tidak nikah usia muda dengan bahasa yang mudah dipahami. Seluruh jenjang pendidikan sekolah di Indonesia ramah pada anak," tuturnya.

122