Home Kesehatan Diskriminasi ODHA di DIY, Mau Berobat Malah Diceramahi

Diskriminasi ODHA di DIY, Mau Berobat Malah Diceramahi

Sleman, Gatra.com - Pelayanan kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai masih mendiskriminasi orang dengan HIV/ AIDS atau ODHA. Kondisi ini lantaran ODHA masih mendapat stigma negatif dan publik masih minim edukasi.

Hal ini mengemuka dalam diskusi 'Diskminasi dan Stigma ODHA di Pelayanan Kesehatan di DIY' di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Jumat (20/12).

Mewakili kelompok relawan HIV/AIDS DIY, Ragil Sukoyo bercerita dirinya sering mendapati petugas kesehatan mendiskriminasi ODHA.

"Saat memeriksa, bahkan sekadar mengecek tensi darah, petugas seolah enggan memegang pasien karena takut tertular. Dampaknya, pelayanan yang diberikan tidak maksimal," kata Ragil.

Ragil bahkan menyayangkan sikap beberapa petugas kesehatan yang dinilai melebihi profesinya, yaitu menceramahi penderita ODHA soal agama. Padahal kedatangan ODHA untuk berobat.

“Beberapa petugas kesehatan memang berbagai macam karakteristiknya, tapi kan jika mereka bicara soal agama itu melebihi tugas utamanya," kata Ragil.

Menurut Ragil, kondisi ini semakin memberatkan kehidupan ODHA. Pasalnya, masyarakat telah memberi stigma negatif dan mengucilkan ODHA . Secara teknis, petugas kesehatan seharusnya paham untuk tak ikut mendiskriminasi ODHA.

Tidak hanya ODHA, Ragil menyatakan perlakuan diskriminasi juga dialami oleh kelompok transgender, homoseksual, dan PSK. Meski punya risiko, mereka belum tentu terinfeksi HIV/AIDS dan tetap membutuhkan layanan kesehatan secara optimal.

"Ini membuktikan ternyata pemahaman petugas terhadap HIV/AIDS masih rendah. Ini menjadi catatan khusus karena mereka juga bertugas memberi pengertian ke masyarakat," ujarnya.

Pengalaman diskriminasi juga disampaikan perwakilan Yayasan Vesta Indonesia, March Setya Kurniawan, yang selama ini juga mendampingi ODHA.

"Pengalaman saya di salah satu puskesmas, petugas menjawab mereka belum siap melayani pasien HIV dengan alasan belum ada ruang khusus. Sebenarnya kami tidak perlu dikhususkan dan dibedakan. Yang penting dilayani,” ujarnya.

Saat mendampingi ODHA berobat di salah satu rumah sakit di DIY, Setya menyebut ODHA tersebut mengalami diskriminasi dari sisi administrasi hingga penanganan oleh perawat.

"Padahal dari dokter, pelayanan yang diberikan sangat baik. Ini menandakan petugas medis belum mendapatkan informasi tentang pelayanan penderita HIV/AIDS," ucapnya.

Peneliti HIV/AIDS FKKMK UGM Yanri Wijayanti Subrontyo menjelaskan petugas kesehatan seharusnya tidak melakukan diskriminasi terhadap ODHA

"Seharusnya pelayanan adekuat dilakukan tanpa melihat latar belakang pasien. Dari level direktur sampai satpam, layanan kesehatan sudah ada standar melayani pasien," paparnya.

Ia membenarkan ODHA masih mengalami diskriminasi karena stigma negatif dilekatkan kepada mereka. Bukan hanya pada penderita HIV/AIDS, melainkan juga pada kelompok homoseksual, transgender, dan PSK.

“Stigma HIV ini cukup kuat apalagi terkungkung dengan agama. Seharusnya tidak ada stigma itu jika pendekatannya kemanusiaan,” ujarnya.

Pengurus Keluarga Besar Waria DIY Vinolia Wakidjo menerangkan ODHA sebenarnya bisa diterima masyarakat asalkan ada pendekatan dan sosialisasi yang benar soal HIV/AIDS.

"Kami sadar, kelompok waria termasuk berisiko tinggi terkena HIV/ AIDS. Tapi secara pribadi, dengan pendekatan intensif, saya diterima di masyarakat dan terkadang diminta mengisi sosialisasi di ibu-ibu PKK," paparnya.

1406