Home Politik Kepala BPS kepada Hasbi: Tak Kenal Maka Tak Sayang

Kepala BPS kepada Hasbi: Tak Kenal Maka Tak Sayang

Batanghari, Gatra.com - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, Dadang Hardiwan mengucapkan terima kasih kepada salah satu anggota Komisi XI DPR RI, Hasbi Ansori melihat langsung sistem kerja petugas BPS di lapangan dalam pengumpulan data.

"Komisi XI DPR RI merupakan mitra kerja BPS. Tentu namanya mitra BPS, tak kenal maka tak sayang. DPR RI menyuarakan kepentingan rakyat dan BPS bekerja juga untuk rakyat. Kami ingin mitra kerja melihat langsung serta memberikan masukan," kata Hardiwan didampingi Kepala BPS Kabupaten Batanghari, Maypen Hery dikonfirmasi Gatra.com, Sabtu (28/12).

Kehadiran anggota Komisi XI DPR RI meninjau areal persawahan Karmeo, Kecamatan Batin XXIV, kata Hardiwan, merupak tugas dan fungsi dewan menyuarakan kepentingan rakyat. Salah satunya mungkin terkait dengan anggaran dan sebagainya setelah mengetahui kondisi di lapangan.

"Kami berterima kasih kepada pak Hasbi Ansori rela berkotor-kotor di tengah sawah. Ini belum seberapa. Waktu baru-baru petugas masuk hutan. Kadang-kadang kita melihat Buaya, Ular dan macam-macam binatang lain," ucapnya.

BPS mengumpulkan data sektor Pertanian khususnya padi telah dimulai sejak tahun lalu menggunakan ponsel pintar yang dilengkapi GPS. Dalam hal pengumpul data, BPS tidak bekerja sendiri.

"Kita bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Informasi Geospasil (BIG) serta Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terkait dengan luas lahan baku sawah," ucapnya.

Petugas BPS menggunakan kerangka sampel area, pertama untuk melihat berapa luas panen yang ada sesungguhnya. Kalau petugas tidak turun ke lapangan, hanya sekadar laporan, itu kan tidak berkualitas datanya. Setiap bulan BPS selalu melakukan pengecekan dengan titik spot yang sudah ditentukan.

"Jadi titik spot tidak bisa bergeser apabila sudah ditentukan. Kalau bergeser, kameranya tidak bisa terbuka. Dari sinilah setiap bulan bisa kita pahami. Oh, ternyata pada bulan tertentu pengolahan lahan, kemudian penanaman, setelah itu ada fase legetatif awal, legetatif akhir, kemudian generatif dan setelah itu panen," ujarnya.

Sistem ini diterapkan petugas BPS sejak 2018. Petugas bisa tahu berapa jumlah luas panen pada bulan-bulan tertentu. Dengan kondisi ini, BPS bisa pahami tiga bulan kedepan petani bisa panen atau tidak.

"Terkait dengan panen atau tidak, luas lahan sudah ketahuan. BPS juga ada program ubinan untuk melihat produktivitas. Produksi padi tinggal luas panen dikalikan dengan produktivitas, maka ketemulah produksi," katanya.

"Nanti ada konversi lagi ke beras. Nah, kita sudah tau produksi beras berapa ton, perlu impor atau tidak, sudah cukup atau belum untuk daerah Jambi. Disitu sebenarnya fungsinya. Karena berkaitan dengan GPS, kita tidak bisa ngarang lagi," ucapnya.

Setiap petugas apabila sudah berada di titik ini, tidak bisa lagi enak-enakan duduk sambil santai. Penentuan titik berdasarkan program khusus berupa segmen yang terdiri sembilan titik. "Masing-masing titik ada sembilan kotak. Satu kotak berukuran 300 meter x 300 meter. Ini harus dikunjungi," ujarnya.

Khusus Kabupaten Batanghari, kata Hardiwan, ada 28 segmen. BPS tidak bisa melakukan semua areal titik karena menggunakan teknik sampling. Sampling itu hakekatnya survei dan ini bagian dari survei.

"Tidak mungkin kita mau data semuanya karena keterbatasan waktu dan sumber daya butuh waktu yang banyak," katanya.

Ia mengibaratkan survei seperti orang makan nasi goreng yang hanya beberapa saja sendok saja dan langsung bisa menyimpulkan. Menurut Hardiwan, teknik statistik bukan teknik pasti, tapi lebih mendekati.

"Dengan 28 segmen ini saja, kita bisa paham Kabupaten Batanghari, produksi padinya seperti ini," ucapnya.

Ia berujar Kabupaten Batanghari selama 2019 terjadi banyak sawah puso menyebar hampir setiap kecamatan. Apalagi daerah Desa Senaning, Kecamatan Pemayung. Kondisi ini menyebabkan produksi padi Kabupaten Batanghari 2019 masih sedikit sekali.

325