Home Internasional Pemerintah Diminta Tolak Negosiasi dengan Cina

Pemerintah Diminta Tolak Negosiasi dengan Cina

Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa pemerintah jangan pernah mau bernegosiasi dengan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) soal Natuna Utara.

Menurut Hikmahanto, pemerintah Tiongkok tidak menganggap adanya Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia di Natuna Utara. Cina mengklaim bahwa sembilan garis putus merupakan wilayah yang secara turun temurun digunakan para nelayan Cina untuk menangkapi hasil laut. Sementara Coast Guard Cina bertugas untuk menjaga wilayah tradisional tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, kata Hikmahanto, mengungkapkan bahwa Cina hendak menyelesaikan perselisihan ini secara bilateral. Rencana Cina tersebut harus ditolak oleh pemerintah Indonesia karena empat alasan.

Pertama, bila Cina tidak mengakui ZEE Indonesia di Natuna Utara, demikian pula Indonesia harus tetap konsisten untuk tidak mengakui wilayah tradisional penagkapan ikan nelayan Cina.

"Atas dasar sikap Indonesia ini, bagaimana mungkin Indonesia bernegosiasi dengan sebuah negara yang klaimnya tidak diakui oleh Indonesia?" kata Hikmahanto saat dihubungi Gatra.com, Selasa (7/1).

Kedua, sikap Indonesia yang konsisten ini telah mendapat penegasan dari Permanent Court of Arbitration (PCA) dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Cina. Dalam putusannya PCA tidak mengakui dasar klaim Cina atas 9 garis putus maupun konsep traditional fishing right. Menurut PCA dasar klaim yang dilakukan oleh pemerintah Cina tidak dikenal dalam UNCLOS dimana Indonesia dan Cina adalah anggotanya.

"Jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA dirusak dengan suatu kesepakatan antar kedua negara," tambahnya.

Ketiga, Indonesia tidak mungkin bernegosiasi dengan Cina karena masyarakat internasional tidak mengakui keabsahan sembilan garis putus maupun traditional fishing right yang diklaim oleh Cina.

Terakhir, jangan sampai pemerintah Indonesia oleh publiknya dipersepsi telah mencederai politik luar negeri yang bebas aktif.

"Ketergantungan Indonesia atas hutang Cina tidak seharusnya dikompromikan dengan kesediaan pemerintah untuk bernegosiasi dengan pemerintah Cina. Justru bila perlu Presiden mengulang kembali bentuk ketegasan Indonesia di tahun 2016 dengan mengadakan rapat terbatas di Kapal Perang Indonesia di Natuna Utara," terangnya.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa klaim historis RRT atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.

"Itu klaim sepihak. Mereka menyebut itu berdasarkan faktor sejarah, tetapi kalau semua negara berpegang pada sejarah, dunia ini akan jadi kacau. Karena semua negara akan melihat sejarah masa lalu masing-masing," ujar Faizasyah saat dihubungi Gatra.com, Selasa (7/1).

Maka itu, semua negara harus menghormati hukum internasional yang telah berlaku. Faizasyah sedikit bercerita bahwa berdasarkan salah satu hasil kajian dari Fakultas Sastra UI mengatakan bahwa orang-orang dari Jawa sudah sampai ke Cina sejak tahun 133 Masehi.

"Jadi kalau mau lihat dari sejarah, orang kita juga sudah berpergian ke mana-mana, tapi kita tidak pernah mengklaim berdasarkan sejarah. Kita berdasarkan hukum internasional," jelasnya.

251