Home Hukum Tentang Saikah, Ladang Padi dan Irwan Yang Dipenjara

Tentang Saikah, Ladang Padi dan Irwan Yang Dipenjara

Pekanbaru, Gatra.com - Sambil membersihkan kebun sayuran yang sebentar lagi akan dipanen itu, sesekali Saikah melemparkan pandangannya ke sekeliling ladang seluas dua hektar di Desa Muara Musu Timur Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) itu.

Mata perempuan 48 tahun ini kembali basah. Ingatannya kembali ke 21 Agustus tahun lalu, persis saat putra semata wayangnya, Irwan, digaruk polisi Polsek Rambah Hilir dan dijebloskan ke penjara atas tuduhan pembakaran lahan.

Janda sepasang anak ini tak habis pikir kenapa anaknya sampai diambil dari ladang pinjaman itu. "Kami cuma mau menanam padi. Lalu belukar di ladang itu kami purun --- menumpuk yang mau dibakar seperti tumpukan sampah --- lalu kami bakar. Luasan yang kami bersihkan tak sampai 2 hektar dan itupun kami purun berangsur, mulai dari bulan Junisampai Agustus," cerita Saikah kepada Gatra.com, Minggu (12/1).

Di kampungnya kata Saikah, sudah turun temurun warga memorun. Sebab begitulah kebiasaan orang kampung, kalau membuka ladang biasanya dibakar dengan cara memorun.

"Lantaran yang dibakar sedikit, tak terpikir akan berujung penjara," katanya.

Irwan dipenjara, Saikah mengaku kelabakan. Sebab selama ini Irwanlah yang jadi tulang punggung. Berharap pada anak perempuannya, jauh pula dan sudah menjadi istri orang.

Gara-gara kondisi itu pula, demi menengok anaknya sidang di Pasir Pangaraian ibukota Kabupaten Rokan Hulu, Saikah menggadaikan rumah reotnya Rp2 juta.

"Uang itu saya pakai untuk biaya hidup sehari-hari dan menengok anak saya. Saban Selasa saya mengantar makanan untuk dia di penjara," lirih suara perempuan ini.

Terlepas dari penegakan hukum yang ada kata Saikah, terselip secuil harapan dalam hatinya supaya anaknya bisa mendapat keadilan. "Selasa pekan depan sidang lagi. Mudah-mudahan ada keadilan buat kami masyarakat miskin ini. Irwan itu tulang punggung saya sejak saya berpisah dari suami. Kalau dia tidak ada, hidup saya akan seperti apa? Saya sendirian sekarang di rumah," suara perempuan ini mulai tercekat.

Pengamat Hukum Pidana Efesus DM Sinaga menyayangkan supermasi hukum yang belum terpenuhi. "Hukum belum menjamin keadilan bagi Saikah. Irwan itu membakar untuk mempermudah menanam padi dan pembukaan lahan juga dengan memorun. Memorun sudah jadi kebiasaan orang kampung berladang padi. Pembukaan dengan cara api purun itu dibenarkan lho dalam Pasal 5 UU No 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria," ujar Efesus.

Bagi pengamat hukum perhutanan, DR Sadino, "Sepanjang dia (Irwan) melakukan itu untuk mencari nafkah, dia enggak bisa diapa-apain. Kalau dia ditahan, berarti yang menahan melanggar hak konstitusi. Di undang-undang boleh kok membakar, apalagi jika diangsur. Ada baiknya keluarganya membawa persoalan ini ke Komnas HAM," saran Sadino.

Lalu kata DR Nurul Huda, ada kearifan lokal yang berlangsung secara turun temurun dan tidak salah di adat meski dalam hukum positif itu dilarang.

"Sepanjang itu kebiasaan yang turun temurun, itu enggak jadi soal. Hukum negara tak boleh melanggar itu. Sebab hukum adat lebih dulu ada dari hukum negara," kata dosen hukum pidana Universitas Islam Riau ini.

Sepanjang apa yang dilakukan Irwan tidak mengganggu tata tertib kehidupan bernegara kata Nurul, itu diperbolehkan.

"Apa yang dilakukan Irwan itu bisa dimaafkan, sepanjang tidak mengganggu. Tapi kata 'mengganggu' ini kan subjektif. Mengganggu siapa dulu?," katanya.

Dalam hukum, yang dilarang membakar lahan itu kata Nurul adalah pemilik kebun yang berizin dan pekebun. Sementara kasus Irwan adalah pertanian, "jadi hukumnya enggak masuk," katanya.

Hanya saja kata Nurul, kalau proses hukum yang dilakukan tadi adalah langkah prefentif, enggak jadi soal. Ini untuk efek jera. "Maklum, belakangan karhutla menjadi momok di Riau. Kalau semua orang membakar lahan, gimana pula jadinya Riau ini. Sekarang, semuanya kembali ke kepentingan dan penegakan hukum tadi," ujarnya. 

Nurul kemudian menyarankan, jika memang negara benar-benar ingin menegakkan hukum, ada baiknya Negara juga menyodorkan solusi kepada petani. "Ini kan belum. Petani dilarang membakar, tapi sarana dan prasarana pengganti membakar enggak disiapkan. Apa iya Irwan sanggup menyewa alat mekanis untuk menggarap lahan itu," Nurul bertanya.


Abdul Aziz

366