Home Ekonomi Manis Asin Citarasa Istimewa Gula Nipah Disukai Pabrik Kecap

Manis Asin Citarasa Istimewa Gula Nipah Disukai Pabrik Kecap

Cilacap, Gatra.com – Di Cilacap, Jawa Tengah ada satu produk unggulan yang sulit dicari di tempat lainnya. Yakni, gula nipah. Gula nipah menjadi alternatif pemenuhan pasokan gula merah ke pabrik kecap dan kebutuhan rumah tangga.

Seorang pengrajin gula nipah, Sumitro mengatakan kelebihan gula nipah adalah rasa manis dan asin asli dari gula nipah. Rasa asin ini didapat lantaran nipah yang tumbuh di kawasan mangrove yang memiliki air payau. Kata dia, asin yang ada di gula nipah membuat citarasa gula nipah lebih istimewa.

“Kelebihannya, tingkat manisnya masih manis gula kelapa. Rasa semu asinnya ‘ketera’ atau jelas terasa, asin sedikit. Cuma perbedaannya kalau gula nipah ada perbedaan di niranya,” katanya.

Asin alami itu menyebabkan gula Nipah cocok untuk disuplai ke pabrik kecap. Sebagaimana diketahui, salah satu komposisi pembuatan kecap adalah garam. Dengan gula yang sudah terasa asin, kebutuhan garam untuk pabrik kecap jadi menurun. “Tepatnya ya memang untuk pabrik kecap. Jadi tidak perlu menambahi garam. Kebutuhan garamnya jadi sedikit,” ujarnya.

Selain rasanya yang berbeda, harganya pun lebih murah. Satu kilogram gula nipah seharga Rp12 ribu, atau lebih murah kisaran Rp2.000 – Rp3.000 per kilogram dari gula kelapa.

Sementara, Kepala Desa Ujungmanik Kecamatan Kawunganten, Sugeng Budiarto mengatakan di desanya terdapat seratusan penderes nipah yang aktif. Dalam sepekan, gula nipah yang dihasilkan mencapai empat ton. Para pengepul mengambil gula nipah untuk dikirim ke pabrik kecap. “Tiap pekan sekitar 10-15 ton gula dari Ujungmanik,” ucap Sugeng.

Sugeng menjelaskan, nipah tumbuh di sepanjang bantaran sungai pasang surut yang ada di Kawunganten. Nipah merupakan tananam endemik yang ada di kawasan hutan mangrove. Ia mengklaim, potensi gula nipah masih bisa ditingkatkan. Sebab hutan nipah masih tersedia ratusan hektar di kawasan laguna segara anakan. “Potensinya masih sangat besar. Sebagian besar belum termanfaatkan,” ujarnya.

1868